"Bawang berpengaruh pada kenaikan inflasi dan suku bunga jika tidak diatasi secepatnya".
Jakarta - Kisah si Bawang Merah dan Bawang Putih kembali menjadi cerita rakyat yang ramai diperbincangkan, namun kali ini bukan tentang penindasan si Bawang Merah terhadap Bawang Putih, melainkan tentang jual mahalnya kedua jenis bawang tersebut. Padahal bawang pernah menjadi primadona rempah-rempah yang dicari para penjajah eropa di Indonesia. Sejatinya Indonesia memiliki wilayah yang subur dalam pengembangan komoditas rempah-rempah.
Melonjaknya harga bawang ini dipicu oleh kelangkaan komoditi bawang merah dan bawang putih dipasaran, kelangkaan ini disebabkan terlambatnya pasokan bawang impor yang diproyeksikan membantu pasokan bawang dalam negeri dari para petani yang gagal panen karena cuaca yang tidak kondusif. Disisi lain, Menteri Pertanian Suswono mengakui bahwa departemennya terlambat mengeluarkan rekomendasi RIPH.
"Pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian terlambat mengeluarkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Sehingga importir tak bisa memasukkan bawang putih ke dalam negeri. Semestinya daftar importir sudah masuk semenjak bulan Desember, karena ada sekitar 3.300 dokumen yang harus ditandatangani Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) untuk setiap komoditas yang diimpor. Di sisi lain Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menyalahkan ketidak-mampuan pemerintah dalam menangani praktek kartel atau monopoli pasar dari sekelompok pengusaha, sengaja menimbun stok barang agar harganya melambung." ujar Suswono.
Selain itu, kelangkaan bawang ini disebabkan kesalahan strategi yang diterapkan pemerintah, karena rencana swasembada Hultikultura tidak dibarengi dengan kesiapan petani dan pemerintah sekaligus kondisi lahan yang dipengaruhi iklim di Indonesia yang kian labil.
"Pemerintah bermaksud membatasi kuota impor agar menjadi insentif pendukung swasembada. Ini merupakan kebijakan yang pro rakyat, namun harus dipahami masyarakat bahwa bawang putih adalah tanaman subtropis yang bisa tumbuh bagus di dataran tinggi seperti daerah Berastagi Sumut atau di kaki gunung Merapi. Tidak semua tempat cocok untuk menanam bawang putih, apalagi iklim sedang tidak menentu mengakibatkan banyak bawang yang buruk dan busuk." tutur Yadi Isman pengamat pertanian dari Universitas Islam Riau.
Kelangkaan ini mengakibatkan banyak pengusaha makanan yang menghalalkan berbagai cara untuk tetap memenuhi kebutuhan bisnisnya, dan demi menjaga harga jual. Salah satunya adalah dengan menggunakan bahan-bahan kimia atau jenis bahan makanan yang berpengaruh buruk bagi tubuh.
"Akibat langka dan mahalnya bawang, ibu-ibu menjerit karena uang belanjanya makin tak mencukupi, para pedagang kehilangan barang dagangan dan keuntungannya menipis, para pengusaha makanan olahan makin banyak menggunakan MSG yang merusak otak. Kenaikan bawang ini memicu inflasi. Harga semua barang kebutuhan pokok ikut naik. Bahkan pemerintah pun repot karena harus menjaga agar tingkat inflasi tidak mempengaruhi tingkat suku bunga. bila tidak maka ekonomi negara tidak lagi stabil." tegasnya.
writer : Ikhsan Ramadhan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H