Mohon tunggu...
Ahmad Hilmi
Ahmad Hilmi Mohon Tunggu... Guru - Dengan membaca kita mengenal dunia, dengan menulis kita akan dikenal dunia

Saya saat ini mengabdi di sebuah pensanten modern di bilangan Kalianda, Lampung Selatan. Bagi teman-teman yang mau sharing atau sekedar ngobrol-ngobrol, bisa hub no HP saya: 085226360160 atau e-mail: nadahilmi98@gmail.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kampanye Politik dan Kenetralan Lembaga Pendidikan

1 Juni 2014   17:27 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:51 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saat ini, jelang pilpres, semua manusia Indonesia sibuk mengkampanyekan calon pilihannya. Baik kampanye pribadi (secara individu) maupun kelompok. Dari sekian banyaknya lembaga, kelompok masyarakat yang terlibat kampanye, ada satu lembaga yang seharusnya netral dan tidak terlibat langsung kampanye tersebut. Ya, itu lembaga pendidikan.


Pesantren, sekolah, kampus, dan lain sebagainya dari macam lembaga pendidikan, sudah seharusnya bersikap netral tidak mendukung secara langsung calon idamannya. Karena, walau bagaimana pun, lembaga pendidikan adalah lembaga milik bersama yang didalamnya terkumpul banyak manusia dalam satu misi pendidikan. Kebersamaan misi ini selayaknya jangan dirusak dengan perbedaan pandangan politik yang disuarakan langsung dilembaga itu.
Sebagai pihak yang peduli pendidikan dan lembaganya, selayaknya kita tidak menggelar ritual kampenye politik secara langsung di dalamnya, baik itu terang-terangan maupun terselubung. yang dikemas dalam berbagai acara.
Sebagaimana kita maklum, model kampanye politik akhir-akhir ini, sangat tidak sportif dan tidak bersih. Bagaimana tidak, dalam satu waktu, pendukung salah satu capres "merasa" menjadi korban fitnah sementara dia juga memfitnah. Dan hal itu dilakukan oleh semua pendukung fanatik calon.
Kembali pada masalah lembaga pendidikan, yang didalamnya ada direktur lembaga (jika itu swasta), ada kepala sekolah, ada dewan guru, ada siswa/i beserta walinya. Dari sekian banyak fihak yang terlibat dalam lembaga itu, penulis yakin betul jika semua dalam satu tujuan, yaitu pendidikan. Tapi toh seperti itu, persamaan dalam urusan pendidikan belum tentu sama dalam pandangan politik. Maka hal ini yang perlu dijaga.
Seorang wali murid yang mencabut anaknya dari sekolah hanya karena ia tahu di sekolah tersebut mengkampanyekan salah satu pasangan calon yang berbeda dengan pilihan si wali murid. Atau, seorang guru yang tidak lagi konsentrasi dalam mendidik karena kepala sekolah perbeda calon dengannya. Nah, jika ini yang terjadi, mau dibawa kemana lembaga pendidikan ini?
Tapi terkadang, ajakan untuk netral (tidak kampanye secara langsung) diartikan oleh oknum yang tak bertanggung jawab sebagai upaya pembodohan dan pendangkalan tentang wawasan politik dan berpolitik. Pendidikan politik itu penting, dan seharusnya diajarkan dan dikenalkan di lembaga-lembaga pendidikan. Tapi yang dibutuhkan adalah pengenalan dan pembelajaran politik dengan cara yang sehat yang santun serta mencerahkan serta bersikap netral.
Kemudian timbul pertanyaan, "bukankah kampanye parpol, capres dan pernak-perniknya bagian dari pendidikan politik?"
Jawabannya, "betul banget, itu semua bagian dari pendidikan politik. Tapi pendidikan yang tidak mencerahkan dan mengajarkan permusuhan".
Dan yakinlah, ketika pendidikan politik diadakan dengan jalur kampanye, tak akan ada pencerahan yang didapat, justru wajah buram politik yang terlihat.
Bagaimana pun, yang namanya kampanye mendukung salah satu calon tak akan bersikap netral. Itu sebabnya, mari jauhkan lembaga pendidikan kita dari ingar bingar kampanye politik yang tidak sehat. Biarkan lembaga pendidikan tetap pada fitrahnya.
Salam pendidikan.
Oleh: Ahmad Hilmi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun