Mohon tunggu...
Ahmad Hifni
Ahmad Hifni Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Founder Madrasah al-Qahwah; Ciputat Cultural Studies. Peneliti pada Moderate Muslim Society (MMS)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sadiq Khan: Sebuah Catatan

17 Mei 2016   00:15 Diperbarui: 17 Mei 2016   00:22 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tadi malam, saya berkesempatan mengikuti diskusi yang bertema “Masa Depan Pemimpin Muslim di Indonesia: Belajar dari Sadiq Khan”. Diskusi ini diselenggarakan oleh pengurus PMII Komisariat Fakultas Adab dan Humaniora, Cabang Ciputat bersama IKA-PMII Komfaka (Ikatan Keluarga Alumni PMII Komfaka).

Sebagai bagian dari alumni PMII Komfaka, saya sangat antusias mengikuti diskusi ini karna pertama, merupakan ajang dialektika keilmuan kader-kader PMII Komfaka, baik yang masih aktif dan terlibat dalam kepengurusan maupun yang telah menjadi alumni. Diskusi kami dibangun dari berbagai perspektif keilmuan, karna keluarga PMII Komfaka terdiri dari berbagai aktivis yang menggeluti berbagai bidang profesi. Mereka terdiri dari intelektual, akademisi, wartawan, aktivis lingkungan, pengamat terorisme dan lain-lain. Mereka memiliki keahlian di bidang keilmuan dan profesinya.

Kedua, diskusi ini menjadi ajang silaturrahim alumni PMII Komfaka untuk mempererat jaringan (networking) antar alumni yang memang memiliki tujuan dan misi yang sama yakni sebagai kader muda Nahdlatul Ulama—tidak untuk menyebut keseluruhan­­--. Artinya, PMII Komfaka sadar bahwa sebagai aktivis, pengabdian tidak hanya berhenti saat aktif dalam kepengurusan komisariat semata, namun juga pasca terlibat di kepengurusan komisariat, masih ada tanggung jawab yang diemban, yakni pengejewantahan  ‘anfa’uhum linnas’.

Diskusi tentang Sadiq Khan semalam menurut saya masih sangat relevan. Selain menjadi topik hangat di berbagai media, Sadiq Khan telah menjadi harapan di tengah maraknya Islamphobia di Eropa. Uniknya, Khan adalah seorang Muslim, bahkan dalam sejarahnya, ia menjadi Wali Kota Muslim pertama di London, ia juga seorang anak dari buruh sopir bus, dan lawannya Goldmits merupakan milliader yang dididik di sekolah terkemuka. Lalu mengapa ia mampu memperoleh kemenangan ?

Berdasarkan diskusi tadi malam, kemengan Khan diperoleh karena maraknya kampanye hitam dengan berbagai tuduhan tak berdasar terhadapnya, terutama dari lawan politiknya dan para muslim fundamental. Sadiq Khan kerap dituduh oleh para lawan politiknya sebagai “kekasih”nya kaum ekstremis Islam. Hal ini karena sikap Khan yang kerap memperjuangkan kaum imigran asal Timur Tengah yang selalu didiskriminasi di Eropa. Mereka menganggap sikap khan sebagai suatu sikap membantu teroris dari Timur Tengah.

Kampanye hitam juga dialamatkan terhadap Partai Buruh sebagai Partai pengusung Khan. Partai ini kerap diserang Partai Konservatif Inggris karna sikapnya menolak untuk mengutuk Hizbullah dan Hamas dalam perpolitikan Timur Tengah, terlebih Partai Buruh juga kerap mewacanakan agar Israel harus pindah ke Amerika.

Serangan terhadap Khan juga digaungkan oleh kalangan Muslim fundamentalis. Khan kerap dituduh kafir dan murtad, bahkan Imam Masjid Bradford, Mufti Muhammad Aslam Naqshabandi Bandhalevi meminta Khan untuk bertobat karna sikapnya yang mendukung pernikahan sejenis dan dukungannya terhadap Muslim Ahmadiyah. Sadiq Khan dinilai  bersikap kebarat-baratan karna selalu menggunakan pakaian Khas Barat, padahal sangat banyak pakaian Muslim di Eropa.

Catatan saya, kita harus belajar dari Khan, bahwa di zaman kontemporer ini, yang mana perkembangan teknologi begitu pesat, seharusnya membuat kita sadar bahwa strategi kampanye hitam dengan berbagai tuduhan tak berdasar kepada kandidat lain sama sekali tidak akan memengaruhi suara. Terlebih jika isu kampanye tersebut menjurus terhadap isu SARA, alih-alih akan meningkatkan dukungan, justru akan semakin ditinggalkan oleh pendukungnya.

Perkembangan teknologi telah memudahkan siapapun untuk memverifikasi tuduhan tak berdasar. Legitimasi masyarakat terhadap kepemimpinan seseorang bukan lagi atas nama suku, agama, ras, melainkan karena kredibilitas dan integritasnya. Khan dan masyarakat London memberi pelajaran terhadap kita semua bahwa strategi politik yang memperdagangkan Agama, menyudutkan bahkan mengancam minoritas serta memecah belah masyarakat yang multietnik dan multikultur tidak akan efektif untuk mendulang suara.

Kita musti bisa merangkul kelompok minoritas, jangan sampai mengintimidasi mereka dengan ketakutan apalagi ancaman. Perbedaan ternyata perlu dikelola, bukan disingkirkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun