Mohon tunggu...
Ahmad Hifni
Ahmad Hifni Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Founder Madrasah al-Qahwah; Ciputat Cultural Studies. Peneliti pada Moderate Muslim Society (MMS)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Quo Vadis Kisruh HTI Jember

5 Mei 2016   17:04 Diperbarui: 6 Mei 2016   09:40 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Isu dan kampanye sistem Khilafah yang menjadi ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kini mencuat kembali kepermukaan. Isu Khilafah ini ditengarai terdapat pada Muktamar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jember (2/5) di New Sari Utama Convention Hall yang bertemakan “Syariah dan Khilafah, Mewujudkan Islam Rahmatan Lil Alamin, bukan Ancaman”. Kegiatan inipun menuai respon keras dari GP Anshor Jember yang kemudian berujung pada pembubaran muktamar tersebut.

Mencuatnya isu ini sungguh sangat disayangkan, karena pertama, isu sistem khilafah dan penerapan syariat Islam dalam konstitusi negara merupakan anti tesis dari falsafah bangsa yakni Pancasila. Jika kampanye ini terus dilakukan tentu menjadi ancaman untuk persatuan dan kesatuan bangsa. Kedua, masyarakat Indonesia yang secara umum tidak mempertentangkan antara Islam dan demokrasi kerap digoyahkan imannya oleh HTI agar menolak keberadaan sistem demokrasi yang dianggap sebagai ciptaan ‘orang kafir’.

Menyasar Pemuda

Sejak awal berdirinya, HTI merupakan ormas yang dengan jelas menolak Pancasila dan demokrasi. Ormas ini menyasar kalangan pemuda terutama mahasiswa sebagai lahan ekspansi ideologi khilafah dan syariat Islam. Mereka kerap mengampanyekan sistem Khilafah sebagai alternatif untuk merubah Pancasila yang selama ini menjadi asas persatuan Negara Indonesia. Ekspansi HTI sangat agresif dan masif dalam memperluas basisnya di segala penjuru, terutama terhadap mindset dan ideologi kaum pemuda yang terdapat di berbagai kampus terkemuka.

Berdasarkan penelitian LIPI mutakhir yang dirilis pada 18 Februari 2016, membuktikan bahwa para mahasiswa di kampus umum cenderung menolak Pancasila. Penelitian LIPI menunjukkan bahwa benih-benih paham ini terdapat di kampus-kampus umum seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Tekhnologi Sepuluh November (ITS), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Airlangga (UNAIR), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Diponegoro (UNDIP).

Tidak hanya itu, pengaruh ideologi HTI juga menyebar ke kampus-kampus berbasis Islam seperti IAIN, STAIN dan UIN. Mereka sangat gencar mensosialisasikan paham ideologinya secara masif, baik di media sosial maupun di masjid-masjid secara eksklusif. Sasarannya terutama mengarah kepada mahasiswa yang terdapat di fakultas-fakultas umum. Mereka menjadi target yang empuk dan efisien untuk menanamkan dan menginfiltrasi mereka dengan doktrin-doktrin khilafah, seperti menolak sistem demokrasi, Pancasila tidak sesuai syariat Islam, dan pemerintah Indonesia dianggap Thogut (zalim) dan mesti diperangi. 

Fenomena mencuatnya ideologi anti Pancasila ke berbagai kalangan pemuda ini sungguh sangat memprihatinkan. Lembaga pendidikan dan perguruan tinggi yang sejatinya bisa mencetak generasi intelektual, pengembangan keilmuan serta pembangunan bangsa, kini justru terjangkit pengembangan doktrin-doktrin yang membahayakan keutuhan negara. Oleh karena itu, diperlukan keseriusan semua pihak untuk menyikapi persoalan ini.

Sayangnya, pemerintah cenderung diam, bahkan cenderung melindungi beberapa kegiatan yang mengkampanyekan sistem khilafah. Pemerintah dan banyak pihak cenderung tidak peduli dengan ekspansi HTI melalui rekruitmen dan sosialisasi ideologi Khilafah. Padahal pemerintah pasti punya data perihal ekspansi Hizbut Tahrir yang mulai meluas ke berbagai pelosok tanah air. Ironisnya, justru pemerintah, polisi dan tentara yang mestinya menjadi benteng untuk melindungi negara dari berbagai inflitrasi pemikiran yang menentang Pancasila justru cenderung menerima HTI.

Begitu juga dengan aktivis kemanusiaan. Mereka cenderung menganggap wacana Khilafah sebagai bagian dari kebebasan berekspresi. Opini saya, pemerintah, polisi, tentara, aktivis HAM dan seluruh stakeholder penyelenggara negara telah terkecoh dengan ideologi Khilafah. Padahal sistem Khilafah yang digaungkan HTI merupakan anti tesis atas Pancasila dan NKRI. Akibat ketidakseriusan pemerintah atas HTI dalam 15 tahun terakhir ini, kini HTI di Indonesia menjadi yang terbesar di dunia. Padahal di Timur Tengah, HTI pada umumnya dilarang, mereka hanya bisa eksis di negara-negara demokratis, yang mereka sendiri justru menolak demokrasi. Mereka bebas menyelenggarakan seminar, aksi dan bentuk kegiatan lain dengan terus mendoktrinisasi berbagai kalangan dengan paham-paham fundamental agama.

Pandangan NU

Dalam menyikapi hal ini NU memandang lain, bahwa wacana sistem khilafah dan syariah merupakan sistem yang bertentangan dengan ideologi bangsa: Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. NU sudah lama memutuskan bahwa Pancasila sudah final sebagai ideologi bernegara. Keputusan ini termaktub pada Muktamar NU ke-27 di Situbondo 1984, tentang Pancasila sebagai ideologi negara. NU memandang Pancasila sebagai falsafah yang memperkuat bangsa Indonesia. Jika falsafah (Pancasila) bangsa goyah, maka goyah pula negara dan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, paham-paham tentang anti Pancasila merupakan ancaman bagi keutuhan bangsa dan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun