Â
  Menurut Roald, Multikulturalisme adalah pandangan tentang ragam kehidupan di dunia yang menekankan penerimaan tentang adanya keragaman, kebhinekaan, pluralitas, sebagai realitas utama dalam kehidupan masyarakat. Indonesia adalah negara yang mempunyai banyak keragaman. Keragaman itu membentuk perbedaan yang bermacam-macam seperti perbedaan suku, agama, ras, etnis, budaya, bahasa, dan lainnya. Sesuai dengan pendapat Roald bahwa keragaman di Indonesia adalah realitas yang harus diterima dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
  Dalam hal ini perbedaan tidak bisa diseragamkan, tetapi bisa disatukan. Perwujudan secara nyatanya adalah semboyan kita yaitu Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua). Inilah pegangan kita dalam menciptakan kerukunan, perdamaian, kebersamaan, dan kerja sama yang sudah menjadi bukti persatuan Indonesia dalam kehidupan bernegara. Lalu kita coba sandingkan dengan pemilu 2024 yang di dalamnya nanti terdapat banyak perbedaan seperti calon presiden dan calon wakil presiden, partai, gagasan, dan kepentingan.
  Sesuai keputusan, KPU menetapkan 3 pasangan capres dan cawapres dalam pemilu 2024, 18 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh menjadi peserta pemilu 2024 nanti. Di sini kita coba ambil dua sample yaitu capres/cawapres dan partai. Biasanya dua itu yang paling menonjol dalam pemilu. Perjalanan dalam mencari suara dan memilih dari salah satu pasangan dan partai sering kali menimbulkan perpecahan, pertentangan, bahkan perkelahian antarmasyarakat yang berbeda pilihan. Hal ini menggambarkan ketidakakuran, kesenjangan, dan permusuhan antarmasyarakat dalam sebuah perbedaan. Memang perbedaan itu bisa menimbulkan dua sisi, yaitu sisi positif dan negatif. Yang gambaran seperti itu tadi adalah sisi negatif dari perbedaan. Lalu, bagaimana perbedaan dalam pilihan pada pemilu bisa rukun, damai, dan kondusif seperti perbedaan yang ada di Indonesia yang diterima masyarakat dan bersatu dalam kehidupan bernegara?
   Titik utama yang menjadi akar dalam menciptakan pemilu rukun, damai dan kondusif adalah lewat mereka yang menjadi peserta dalam pemilu itu sendiri. Ketika peserta pemilu hidup rukun dan damai dalam perjalanan menuju pemilihan, duduk bersama, diskusi bersama, saling hormat menghormati maka masyarakat akan memandang ke arah yang positif dan menimbulkan dampak positif terhadap pemilu. Namun, ketika mereka yang menjadi peserta pemilu itu saling menjatuhkan, fitnah, curang, dan menyinggung antarpeserta maka masyarakat akan memandang ke arah negatif yang menimbulkan perpecahan, pertentangan, bahkan perkelahian. Tetapi bisa juga seperti ini terjadi, peserta pemilu damai tetapi masyarakatnya justru tidak damai dikarenakan kepentingan-kepentingan yang masuk dan menggorogoti diri. Bisa juga peserta pemilu saling bertentangan, tetapi masyarakatnya hidup damai dikarenakan perbedaan itu dihormati, dihargai, dan diterima sepenuh hati.
   Pada akhirnya, kesadaran masyarakat terhadap perbedaan lah yang menjadi tolak ukur kedamaian yang akan terjadi. Apabila masyarkatnya bersatu, bekerja sama, tolong menolong dan saling menerima antar perbedaan yang ada, maka damailah kehidupannya. Begitu pun sebaliknya, apabila masyarakatnya bermusuhan, bertentangan, dan berkelahi, maka hancur lah kehidupannya.
   Itulah harapan kita semua yang ingin diwujudkan dalam pemilu yang akan datang, yaitu pemilu rukun, damai, dan kondusif.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H