Â
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api." (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Bila membaca kutipan hadis nabi di atas, kita serasa tersentak oleh relevannya kondisi zaman sekarang dengan bunyi hadis tersebut. Bagaimana tidak, beragama yang seharusnya rahmatan lil alamin dan mampu memberikan kesejukan justru terasa panas membakar seperti bara api. Bukan karena banyaknya maksiat tetapi karena banyaknya kasus kekerasan atas nama agama. Apakah ini yang dinamakan fitnah akhir zaman seperti yang termaktub dalam hadis tersebut, di mana ajaran agama yang seharusnya penuh cinta kasih dibelokkan dari yang semestinya.
Buntut dari fenomena ini banyak orang yang kecewa terhadap agama, mereka menyalahkan agama karena dianggap sebagai pemecah belah masyarakat dan penghambat kemajuan bangsa. Sementara negara lain sibuk mengembangkan teknologi dan pengetahuan, bangsa kita ribut bertengkar karena masalah agama, begitu pikir mereka. Banyak yang kemudian berpindah menjadi sekuler, agnostik bahkan ateis, karena merasa jengah dan muak melihat kelakuan kaum beragama. Ini adalah hal serius dan mendesak yang jarang kita perhatikan, sekarang kepercayaan orang-orang terhadap agama mulai menurun.
Data dari Pew reset center mengatakan, Timur Tengah terdapat 2,1 juta atheis, jumlah ini dimungkinkan terus naik. Sementara survei dari Universitas Al Azhar mengatakan, pada 2014 terdapat sekitar 10 juta orang mengaku sebagai atheis. Kemunculan kelompok ekstremis Islam diduga kuat menjadi faktor meningkatnya tren ini. Data ini benar-benar sangat mengejutkan sekaligus mengkhawatirkan, karena tanpa disadari hal yang sama sedang terjadi di Indonesia.
Melihat semua kondisi di atas maka membela agama menjadi wajib, namun bukan melalui peperangan. Membela agama adalah melalui moderasi beragama. Inilah jihad yang sebenarnya yang harus kita lakukan di zaman yang penuh fitnah ini, untuk mempertahankan agama dan menyelamatkan saudara-saudara kita yang tengah terombang-ambing keraguan karena panasnya agama.
Moderat dalam beragama berarti tidak sikap berlebihan dalam menjalankan agama. Moderasi beragama adalah jalan tengah antara dua kutub yang ekstrem, jalan yang penuh toleransi sesuai dengan ajaran agama yang penuh cinta kasih. Dengan moderasi beragama, tak ada lagi saling mengkafirkan karena mereka lebih terbuka dengan pemikiran kelompok lain. Sehingga perbedaan paham agama mampu menyatukan bukan mengelompokkan manusia. Dengannya, orang-orang menjadi lebih toleran dan mampu memahami perbedaan. Sehingga orang-orang merasa nyaman dalam lingkungan agama karena mampu membawa kesejukan bukan memanaskan suasana. Inilah jihad penting yang dapat kita lakukan dalam mempertahankan agama dari perkembangan gelombang atheisme yang tak sesuai dengan ajaran Pancasila.
Pada akhirnya, kita berharap bahwa perbedaan beragama akan mampu menjadi pemersatu bangsa dalam membangun peradaban bukan memecah belah. Kita belajar dari sejarah bahwa agama pada mulanya adalah inspirasi pertama manusia untuk membangun peradaban, orang Mesir membangun piramida karena ditopang semangat keagamaan mereka. Kita berharap agama dapat mencegah kekerasan dan intoleransi yang terjadi. Namun jika semua kekerasan dan intoleransi atas nama agama tidak bisa dicegah, maka saya rasa sekularisme adalah jalan terbaik. Daripada agama yang sakral dan penuh kasih dinodai dan dinista oleh pengikutnya sendiri, bukankah begitu?
Waturoyo, 30 November 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H