Pemerintah sebaiknya menghindari usulan untuk menderegulasi usaha taksi konvensional. Yang perlu dilakukan adalah membuat aturan yang berlaku bagi usaha taksi konvensional berlaku juga bagi taksi daring, bukan justru menghilangkan peraturan sama sekali. Perlu diingat, bahwa peraturan dibuat bukan hanya sekedar untuk menyeragamkan layanan, tetapi juga untuk melindungi kepentingan konsumen.
Di tingkat nasional, pemerintah perlu konsisten dalam menerapkan kebijakan. Presiden dan para pembantunya harus berembuk untuk menentukan langkah yang terbaik. Mereka seharusnya satu suara mengenai kebijakan publik. Tidak sepantasnya lagi muncul ke publik kesan bahwa presiden dapat mengintervensi seorang mentri saat membuat kebijakan publik dan menegakkan aturan usaha. Seandainya memang intervensi tersebut dilakukan, tidak sepatutnya menjadi tontonan publik demi memenangkan hati pemilih.
Semua langkah-langkah ini tidak akan lengkap apabila di tingkat daerah tidak ada perbaikan serius dan mendasar terhadap kapasitas dan kualitas transportasi public. Sejauh ini, di provinsi DKI Jakarta, hanya bergulir wacara penggantian bus-bus lama yang tidak layak beroperasi. Seharusnya ada wacana serius untuk mengintegrasikan layanan Transjakarta dengan layanan transportasi komersial yang lain. Seharusnya layanan komersial semakin diarahkan untuk menjadi badan hukum milik negara yang bersubsidi sehingga layanan transportasi umum menjadi semakin murah dan dapat diandalkan. Perlu diingat bahwa taksi seharusnya tidak dianggap sebagai sarana transportasi publik karena dari segi harga hanya akan dapat diakses oleh kalangan berpunya.
Penulis adalah kandidat Doktor Perencanaan Kota dan Wilayah di University of Illinois at Urbana-Champaign, Amerika Serikat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H