Perlu diketahui bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau yang kita kenal sebagai KUHP Â yang mengatur tentang kejahatan(tindak pidana) di Indonesia ini berasal dari hukum kolonial Belanda WETBOEK STARFRECHTVDOOR NEDERLANDSCH INDIE yang berlaku sejak 1918 dan diberlakukan kembali di Indonesia pada 26 Februari 1946.
-Tahun 1918(berdirinya KUHP)
-Tahun 1963(pembaruan KUHP disusun)
-Tahun 1964(diberlakukan kembali)
-Tahun 1986-2007(satu persatu tim penyusun wafat)
Suatu cita cita besar bagi Negara Indonesia untuk memiliki KUHP sendiri. Akhirnya antara tahun 2013-2014 diciptakannya Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) oleh DPR periode 2014-2019 diperiode tersebut tiap tahun tidak pernah mencapai target pencapaian dari RUU KUHP.
-Tahun 2013(diabahas di DPR)
-Tahun 2015(kembali dibahas di DPR)
-Tahun 2016(Buku I KUHP rampung)
-Tahun 2018(RKUHP rampung dibahas)
Tercatat jumlah terpidana kasus korupsi dari tahun 2015-2017 terdapat 482 tersangka dan dari tahun 2016-2018 terdapat 17 kasus pencucian uang.
Kemudian beralih ke tahun 2019 yang mana kurang beberapa hari lagi masa jabatan DPR akan selesai dan akan mengesahkan KUHP tersebut nah disini lah terjadi polemik atau promblem(masalah) bagi masyarakat Indonesia karena dirasa mengundang banyak kontroversi dari kalangan masyarakat Indonesia terutama mahasiswa sebagai pemuda penerus bangsa, karena teradapat karena adanya pasal-pasal yang kontroversial atau yang banyak orang katakan dengan istilah pasal karet.
Berikut beberapa pasal karet(kontroversial) :
pasal santet(pasal 252)
pasal gelandangan(pasal 432)
pasal perzinaan(pasal 417&419)
pasal aborsi(pasal 251,470,471 & 472)
pasal unggas berkeliaran(pasal 278)
Pasal penista agama(304)
Pasal alat kontrasepsi(414&416)
Pasal penghinaan presiden(218,219,241)
Pasal Santet (pasal 252)
"Tindakan santet bagi orang yang tawarkan jasa praktek ilmu hitam      bisa diancam pidana". Sebenarnya pasal ini sudah termasuk pasal penipuan, cuma kata santetnya saja dibikin menarik padahal dalam pasal tersbut menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya.
Pasal Gelandangan (432)
"wanita pekerja pulang malam hari & terlonta lonta dianggap gelandangan dikenai denda 1 juta". Pasal ini berseberangan dengan UUD1945 yang menyatakan fakir miskin dan anak terlantar dilindungi oleh negara.
Pasal Perzinaan (417&419)
"Hubungan seks diluar nikah/kumpul kebo dapat dipidana". Pasal ini juga bisa diartikan bahwa jika seseorang nikah siri(secara norma agama) dapat dipidana karena tidak nikah secara norma hukum yang mana jika nikah siri itu tidak tercatat oleh negara, dan artinya status anak tersebut diluar nikah.
Pasal Aborsi (251,470,471 & 472)
"Sengaja gugurkan kandungan termasuk bagi korban pemerkosaan bisa dipidana penjara". Pasal ini dinilai dapat mengkriminalisasi perempuan korban pemerkosaan dan dapat menurunkan derajat perempuan.
Pasal Unggas berkeliaran (pasal 278)
"Membiarkan unggas ternak berkeliaran dikebun/lahan tanaman orang lain bisa dipidana hingga 10 juta". Sebenarnya pasal ini sudah ada dalam KUHP lama tentang kejahatan, tetapi pasal ini lebih berdimensi pada perdata yakni seseorang itu tidak hanya bertentanggung jawab atas tingkah laku sendiri yang merugikan orang lain tettapi juga bertanggung jawab pada alat-alat sendiri/barang peliharan sendiri yang menjadi tanggung jawabnya.
Pasal penista agama(pasal 304)
"Pelaku perbedaan agama dapat dipidana 5 tahun penjara". Dalam pasal ini setidaknya ada kejelasan yang pasti bagaimana dikatakan penista agama tersebut misal seperti menginjak-injak kitab begitu, kalo tidak begitu akan sulit melahirkan pasal yang seperti itu.
Mungkin itu sedikit alasan mengapa pasal-pasal tersebut kontroversial dikalangan masyarakat. Memang RUU KUHP banyak yang berpendapat kurang detail(terperinci) atau multi tafsir. Tetapi, setidaknya ada harapan dalam penundaan pengesahan RUU KHUP ini. Dengan dukungan semangat tuntutan demokrasi mahasiswa, semoga DPR bisa merevisi pasal-pasal karet yang menjadi kontroversi bagi masyarakat Indonesia.
"RUU KUHP sudah lama dinantikan untuk diterbitkan sebagai pengganti RKUHP zaman kolonial. Lewat RUU KUHP untuk pertama kita akan memiliki Kitab Hukum Pidana asli Indonesia" Moeldoko,Kepala Staf Kepresidenan.
Harus diakui RUU KUHP tersebut jauh dari kata sempurna karena yang menyusun juga manusia tapi upaya untuk menggantikan UU pidana peninggalan Belanda harus diapresiasi. Jangan sampai 1 buku yang bersisi 628 pasal tersebut diriadakan semua karena sudah bagus pengaturannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI