Kota Pariaman adalah salah satu kota yang ada di Sumatera Barat. Di kota ini ada suatu pesta adat yang disebut Tabuik. Perayaan Tabuik diselenggarakan pada tanggal 1-10 Muharram untuk memperingati meninggalnya cucu Nabi Muhammad SAW, Hussein bin Ali pada 61 Hijriyah yang bertepatan dengan 680 Masehi. Perayaan Tabuik diadakan tiap tahun dan sudah berlangsung sejak puluhan tahun lamanya. Tabuik berasal dari Bahasa Arab 'tabut' yang artinya peti kayu.
Dalam acara pesta adat Tabuik yang diselenggarakan pada tanggal 1-10 Muharram, ada beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu maambiak tanah, manabang batang pisang, maatam, maarak jari-jari, maarak saroban, tabuik naiak pangkek, hoyak tabuik, dan tabuik di buang ke laut.
Maambiak tanah adalah mengambil tanah yang dilakukan pada saat adzan maghrib. Maambiak tanah dilaksanakan pada tanggal 1 Muharram. Pengambilan tanah mengandung makna simbolik bahwa manusia berasal dari tanah. Maambiak tanah dilakukan oleh seorang laki-laki berjubah putih. Setelah diambil, tanah tadi diarak oleh ratusan orang dan akhirnya disimpan dalam daraga yang berukuran 3x3 meter, kemudian dibalut dengan kain putih.
Manabang batang pisang merupakan mengambil batang pisang dan ditanamkan dekat pusara. Prosesi manabang batang pisang dilaksanakan pada tanggal 5 Muharram dan dilakukan oleh seorang laki-laki dengan berpakaian silat. Selanjutnya prosesi Maatam yang diselengarakan pada tanggal 7 Muharram.Â
Maatam dilakukan setalah salat Dzuhur oleh orang yang merupakan keluarga penghuni rumah tabuik. Kegiatan ini dilakukan dengan berjalan secara beriringan mengelilingi daraga sambil membawa peralatan ritual tabuik, kemudian dilanjutkan dengan maarak jari-jari pada malam harinya. Maarak jari-jari merupakan pencerminan pemberitahuan untuk pengikut Hussein bin Ali bahwa jari jari tangan Husein yang mati terbunuh telah ditemukan. Keesokan harinya pada tanggal 8 Muharram dilangsungkan ritual mangarak saroban.
Pada tanggal 10 Muharram, dilakukan ritual tabuik naiak pangkek. Dua bagian tabuik yang telah siap dibangun dibawa ke pondok pembuatan tabuik untuk disatukan menjadi tabuik utuh dengan cara bagian atas tabuik digotong secara beramai-ramai untuk disatukan dengan bagian bawah tabuik. Setelah itu berturut-turut dipasang sayap, ekor, bunga-bunga salapan dan yang terakhir kepalanya, kemudian dilanjutkan dengna hoyak tabuik. Menjelang matahari terbenam, tabuik di buang ke laut. Prosesi pembuangan tabuik ke laut merupakan suatu bentuk kesepakatan masyarakat untuk membuang semua sengketa dan perselisihan diantara mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H