Mohon tunggu...
The Fed
The Fed Mohon Tunggu... -

Pembaca Oligarki

Selanjutnya

Tutup

Money

Perkawinan Dua Startup Bermasalah, PayTren dan Grab

20 Oktober 2017   18:06 Diperbarui: 20 Oktober 2017   18:20 2604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditengah sengkarut persoalan yang dihadapinya, seperti laporan tuduhan penipuan dan penghentian layanan isi ulang uang elektroniknya oleh BI, PayTren justru berencana bekerjasama dengan perusahaan startup lainnya, Grab. Menariknya, seperti halnya PayTren, isi ulang uang elektronik Grab pun baru saja dihentikan oleh BI.

Fenomena keinginan PayTren bekerjasama dengan Grab ini jelas mengundang pertanyaan. Mengapa perusahaan yang pada awalnya mengandalkan modal dari investor perorangan, juga dalam klaimnya berbasis syari'ah, sekarang mau bekerjasama dengan Grab? Begitupun pertanyaan patut dilontarkan ke Grab, mengapa Grab mau bekerjasama dengan perusahaan yang selama ini menjadikan agama sebagai alat legitimasi dalam marketing bisnisnya?

Bergabungnya PayTren dengan Grab menegaskan bahwa perusahaan milik Ustadz Yusuf Mansur ini benar-benar perusahaan yang tidak jauh berbeda dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Atas nama bisnis, PayTren tak lagi melirik apakah perusahaan yang akan dijadikan mitranya berlatar belakang syariah atau tidak.

Jadi, bisnis bersyariah yang selama ini dijadikan jargonnya hanya alat untuk mengelabui masyarakat bahwa bergabung dengan bisnisnya selain mendapat keuntungan materi juga "barokah". Yusuf Mansur selaku pendiri perusahaan ini menjual jargon bersyariah agar publik tertarik bergabung. Dan cara Yusuf Mansur itupun menuai hasil dengan banyaknya masyarakat yang ikut. Tapi adanya laporan penipuan dari 400 anggota PayTren baru-baru ini terhadap Yusuf Mansur, menyadarkan publik bahwa jargon syariah itu hanya bagian dari marketing bisnis.

Cara bisnis Yusuf Mansur tersebut jelas menambah persoalan di negara ini. Karena agama tidak hanya dijadikan legitimasi dalam politik, tapi juga dalam bisnis. Padahal agama itu suci, dan sesuatu yang suci seharusnya dijaga bukan malah dikotori dengan tujuan dan kepentingan tertentu.

Lalu dimana letak persoalan Grab mau bekerjasama dengan PayTren? Bermitranya Grab dengan PayTren meneguhkan dukungan Grab terhadap perusahaan yang menghalalkan segara cara, termasuk menjual agama. Padahal kalau Grab konsisten dengan urusan bisnis, ia tak akan bermitra dengan perusahaan seperti PayTren. Atau memang Grab sendiri menghalalkan segala cara demi kepentingan bisnisnya?

Melihat praktik Grab yang sudah menggunakan layanan isi ulang uang elektronik sebelum mendapat lisendi dai BI menjadi bukti bahwa Grab benar-benar menghalalkan segala cara demi kepentingan bisnisnya. Padahal perusahaan sturtup-sturtup yang lain harus bersusah payah untuk mendapatkan lisensi dari BI tersebut. Tapi Grab demi mempercepat dapat keuntungan, mengabaikan berbagai persyaratan yang mestirnya dipenuhi. Beruntung, BI cepat bertindak menghentikan layanan isi ulang e-money Grab tersebut.

Apa yang dilakukan Grab dan PayTren di Indonesia ini sama seperti yang dilakukan Theranos di Amerika. Perusahaan sturtup yang bekerja pada kesehatan dengan spesifikasi laboratorium tes darah itu terkena skandal suap. Theranus sendiri sangat booming di Amerika karena kecepatan dan akurasi yang sangat tinggi. Tapi semua hanya tipuan belaka, kini Theranos sudah ditegur oleh otoritas kesehatan Amerika Serikat. Dengan mengandalkan beberapa nama besar tokoh Amerika Serikat, Theranos mengabaikan berbagai persyaratan yang harusnya dipenuhi.  Sepandai-pandainya tupai melompat, suatu saat pasti jatuh. Begitupun dengan Theranus, kini skandal penipuannya akhirnya terbongkar.

Dukungan dan nama besar memang sangat rentan untuk era startup dan media saat ini, dengan sangat mudah "mencatut" kekuasaan bahkan Agama hanya untuk memuluskan bisnis yang tujuannya hanya memperkaya pihak-pihak tertentu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun