Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Pengacara - Menulis apasaja, Berharap ada nilai manfaat dan membawa keberkahan. Khususnya, untuk mengikat Ingatan yang mulai sering Lupa.

Berusaha menjadi orang yang bermanfaat untuk sesama. Santri, Advokat bisa hubungi saya di email : ozyman83@gmail.com, HP/WA : 085286856464.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pergub Demo Akhirnya Dicabut, PP Pengupahan Akankah Menyusul?

12 November 2015   02:04 Diperbarui: 12 November 2015   03:12 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dicabutnya Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta, No. 232, yang sebelumnya merupakan hasil revisi dari Pergub 228 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka (Pergub Demo), adalah bentuk dan bukti betapa jalan aksi massa masih menjadi cara efektif untuk mengontrol dan merubah kebijakan publik.

Meskipun memang, aksi massa bukanlah satu-satunya alasan dicabutnya Peraturan Gubernur DKI Jakarta yang kontroversi itu. Karena tekanan publik, baik itu melalui media massa maupun sarana-sarana lainnya secara tidak langsung telah "memukul" kebijakan yang secara materi memang anti demokrasi. Sehingga Ahok sama sekali tidak punya pilihan kecuali membuang Pergub Demo tersebut ke tong sampah.

Meskipun begitu, Bagi gerakan massa rakyat, terutama kaum buruh, focus perjuangan masih menyisakan banyak PR, antara lain yang terutama adalah perlawanan terhadap kebijakan upah murah oleh pemerintah melalui regulasi  PP No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. Disamping isu-isu lainnya, yang juga belum tuntas, seperti praktek outsorcing di BUMN dll.

Jika niatan dan tujuan pemerintah mengesahkan PP 78/2015, awalnya adalah salah satunya untuk mengurangi gejolak dan aksi-aksi buruh pada momentum penetapan upah (UMP) di setiap propinsi di seluruh Indonesia, maka tujuan tersebut telah gagal dari awal. Faktanya, perlawanan massa buruh justru lebih massif.

Bahkan PP 78/2015 dari sisi materi menjanjikan kelonggaran dan kemudahan bagi pengusaha (baca : menguntungkan Pengusaha) dan investor disatu sisi dan merugikan Buruh disisi yang lain. Sehingga wajar kemudian, para aktivis buruh secara nasional bergiat membentuk aliansi untuk melakukan pemogokan secara nasional.

Diberbagai daerah, sebagaimana kita ketahui dari pemberitaan yang ada hingga saat ini serentak dilakukan pemanasan-pemanasan aksi buruh. Misalnya, pada rabu, 11 Nopember 2015 di beberapa pusat kawasan industri dibeberapa kota besar telah dilakukan aksi-aksi pemanasan hingga puncaknya adalah Pemogokan secara nasional, seperti statemen yang juga disampaikan oleh bung Iqbal pada acara ILC baru-baru ini.

Hal ini telah disampaikan pula dalam konsolidasi nasional oleh pimpinan-pimpinan Serikat buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Upah-Gerakan Buruh Indonesia (KAU-GBI) yang kabarnya besok, Kamis 12 November 2015, bertempat di LBH Jakarta, akan melakukan pengumuman secara terbuka untuk menyerukan dan mengajak seluruh buruh Indonesia untuk melakukan Pemogokan.

Pertanyaannya adalah, apakah Mr. Presiden Jokowi menunggu Pemogokan Buruh secara nasional terjadi tanpa mencabut PP 78/2015 yang selama ini ditolak oleh kalangan buruh, ataukah sebaliknya, mencabut PP 78/2015 sebelum pemogokan terjadi dilaksanakan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun