Pentingnya etika bermedia sosial, terutama seputar buzzer dan penggunaan second akun di Indonesia, mencerminkan isu penting dalam mengelola perilaku online. Buzzer, yang merupakan individu yang membayar atau dibayar untuk mempromosikan produk atau layanan di platform media sosial, sering menjadi titik pusat dalam perdebatan mengenai etika. Sama halnya dengan penggunaan second akun, yang merujuk pada keberadaan lebih dari satu akun untuk keperluan tertentu. Dalam menjalankan aktivitas di ranah daring, ada beberapa aspek etika yang perlu dipertimbangkan, termasuk transparansi, integritas, dampak sosial, dan keterbukaan.
Transparansi menjadi inti dari praktik buzzer dan penggunaan second akun. Pentingnya menyatakan dengan jelas bahwa suatu konten merupakan hasil dari kerjasama atau pembayaran menjadi hal yang sangat vital. Ini memungkinkan pengguna media sosial untuk membuat keputusan yang lebih terinformasi dan transparan tentang informasi yang mereka terima. Ketika buzzer atau pengguna second akun tidak transparan tentang motif atau tujuan di balik konten yang mereka bagikan, hal ini dapat mengaburkan batas antara konten organik dan iklan, yang bisa membingungkan pengikut dan menimbulkan kekhawatiran akan ketidakjujuran.
Integritas juga menjadi aspek penting yang harus diperhatikan. Buzzer dan pengguna second akun perlu memastikan bahwa konten yang mereka bagikan sejalan dengan nilai-nilai atau keyakinan yang mereka anut. Terlibat dalam promosi yang bertentangan dengan nilai pribadi atau menyebarkan informasi yang tidak valid dapat merusak integritas seseorang dan mengganggu kepercayaan pengikut mereka.
Penggunaan second akun juga menimbulkan pertanyaan tentang identitas online. Meskipun memiliki lebih dari satu akun tidak selalu menjadi masalah, penggunaan multiple akun untuk menyesatkan atau menipu orang lain sering kali dianggap tidak etis. Keterbukaan tentang kepemilikan atau penggunaan berbagai akun juga merupakan bagian dari integritas yang diperlukan di ruang media sosial.
Second akun sering digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk untuk menyuarakan pendapat anonim, menghindari konsekuensi dari komentar atau konten yang kontroversial, atau bahkan untuk melakukan tindakan tidak etis seperti cyberbullying. Ketika digunakan dengan cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip etika, second akun bisa menjadi sarana untuk menyebarkan informasi palsu atau merugikan orang lain tanpa tanggung jawab. Hal ini bisa menciptakan atmosfer yang tidak aman dan tidak sehat bagi pengguna lainnya.
Walaupun demikian, ada argumen yang menyatakan bahwa second akun dapat memberikan kebebasan kepada pengguna untuk mengekspresikan diri tanpa takut direpresi atau diidentifikasi. Bagi mereka yang berada dalam posisi kerentanan, second akun dapat menjadi wadah untuk berbicara tanpa harus khawatir dengan konsekuensi negatif dari identitas terungkap, sehingga Seseorang yang ingin melakukan kejahatan melalui media sosial dengan menghina, menghujat, melecehkan atau bahkan menipu akan dengan sangat mudah melancarkan aksinya tanpa ada sanksi sosial yang akan dihadapi di dunia nyata. Perilaku buruk di dunia maya akan semakin meningkatkan fenomena aksi cyber bullying. Korban cenderung memilih untuk melaporkan oknum-oknum yang melakukan cyber bullying ke pihak yang berwajib. Hal ini dimaksudkan untuk menimbulkan efek jera bagi orang-orang yang dengan sengaja menyerang orang lain lewat media sosial.
Menurut UU No 19 Tahun 2016 sebagai Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), ada lima pasal yang mengatur etika bermedia sosial, mulai pasal 27 sampai 30. Baik menyangkut konten yang tidak selayaknya diunggah maupun penyebaran hoaks dan ujaran-ujaran kebencian, termasuk juga mengambil data orang lain tanpa izin. Etika dalam bermedia sosial itu meliputi: Pergunakan bahasa yang baik, Â Hindari Penyebaran SARA, Pornografi dan Aksi Kekerasan, Kroscek Kebenaran Berita, Menghargai Hasil Karya Orang Lain, dan Jangan Terlalu Mengumbar Informasi Pribadi.
Dampak sosial juga merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan. Buzzer dan pengguna second akun memiliki pengaruh yang signifikan terhadap opini publik dan perilaku online. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk bertanggung jawab atas dampak sosial dari konten yang mereka bagikan. Hal ini termasuk memastikan bahwa informasi yang disebarkan adalah akurat dan tidak merugikan atau merugikan orang lain.
Peraturan dan pedoman etika bermedia sosial yang jelas dan ditegakkan dengan baik juga diperlukan. Platform media sosial perlu memiliki kebijakan yang jelas terkait dengan praktik buzzer dan penggunaan multiple akun. Selain itu, pengguna juga perlu terus mendorong agar pedoman tersebut ditaati dan diawasi secara ketat untuk mencegah penyalahgunaan dan praktik tidak etis.
Pendidikan dan kesadaran masyarakat juga merupakan langkah penting dalam menangani isu etika ini. Semakin banyak informasi yang diberikan kepada pengguna media sosial tentang praktik buzzer, pentingnya transparansi, dan konsekuensi dari penggunaan multiple akun secara tidak etis, semakin besar kemungkinan mereka untuk menjadi konsumen yang cerdas dan bertanggung jawab di dunia maya.
Terakhir, etika bermedia sosial bukanlah hal yang statis. Dengan berkembangnya teknologi dan dinamika media sosial yang terus berubah, pandangan tentang apa yang dianggap etis dan tidak etis juga dapat berubah seiring waktu. Oleh karena itu, penting untuk terus memantau, mengevaluasi, dan beradaptasi dengan perkembangan baru dalam dunia media sosial.