Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan hal yang perlu terus dijaga dan diawasi, agar Pemilu/Pemilihan dapat berjalan secara jujur (fairplay) dan adil antara calon yang memiliki kekuasaan dengan calon yang tidak memiliki relasi kuasa dilingkungan birokrasi pemerintahan. Netralitas ASN telah banyak diatur dalam beberapa peraturan sebagai berikut:
- Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS: Dalam hal etika terhadap diri sendiri PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan. Maka PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik
- Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS: PNS dilarang memberi dukungan atau melakukan kegiatan yang mengarah pada politik praktis pada kontestasi Pilkada/Pileg/Pilpres
- Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Apartur Sipil Negara: Salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah "netralitas". Asas netralitas ini berarti bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Nilai dasar ASN meliputi menjalankan tugas secara profesional dan tidak memihak dan menciptakan lingkungan kerja yang non diskriminatif. Kode etik dan kode perilaku mengatur agar ASN melaksanakan tugasnya sesuai ketentuan peraturan peruuan, sesuai perintah atasan atau pejabat yang berwenang, sejauh tidak bertentangand engan aturan perundangan dan etika pemeritntahan. Menjaga tidak terjadi konflik kepentingan dan melaksanakan ketentuan disiplin ASN. Yang dimaksud dengan asas netralitas adalah bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Masalah kebijakan yang diangkat adalah ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam konteks Pemilihan Umum (Pemilu). Netralitas ASN, yang seharusnya menjadi prinsip fundamental dalam menjalankan tugas publik, menjadi terancam oleh adanya indikasi keterlibatan sebagian ASN dalam kegiatan politik. Fenomena ini merugikan, karena dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam proses pemilu dan membahayakan integritas demokrasi.
Kategori pelanggaran netralitas ASN dalam pemilu paling banyak dilakukan antara lain kampanye atau sosialisasi melalui media sosial, membuat unggahan, memberikan komentar, membagikan unggahan, menyukai unggahan, serta bergabung dalam grup atau aku pemenangan peserta pemilu.
Jenis pelanggaran lainnya yaitu memberikan dukungan kepada calon perseorangan (calon kepala daerah atau calong anggota DPD) dengan memberikan surat dukungan atau mengumpulkan KTP, menjadi anggota dan atau pengurus partai politik, serta ikut dalam kegiatan atau sosialisasi pengenalan calon partai politik.
Dampak negatif dari kurangnya netralitas ASN dalam pemilu mencakup merosotnya kepercayaan masyarakat pada proses pemilu dan institusi pemerintah. Selain itu, dapat muncul ketidaksetaraan akses politik, di mana beberapa pihak memiliki keuntungan lebih besar daripada yang lain.
Berdasarkan analisis hukum  prinsip  netralitas  ASN  dalam Pemilu  pada  tahun  2019  sebagai terciptanya demokrasi dalam putusan MK  Nomor  41/PUU - XII/2014 dan Putusan MK Nomor 33/PUU -XIII/2015  menunjukkan  bahwa  ASN mempunyai hak memilih, akan tetapi semasa  dirinya  masih  menjadi  ASN maka tidak diizinkan untuk diungkapkan kepada orang lain, cukup dirinya sendiri dan tidak diperkenankan untuk mengikuti rangkaian kampanye serta menjadi anggota partai politik (Walid Siagian et al., 2022).
Alternatif kebijakan yang perlu diambil oleh pemerintah untuk mengatasi masalah netralitas ASN dalam pemilu memerlukan pendekatan komprehensif dan tindakan konkret. Pertama-tama, langkah-langkah peningkatan pengawasan menjadi suatu keharusan. Pemerintah perlu memperkuat mekanisme pengawasan internal dan eksternal untuk memastikan bahwa ASN tidak terlibat dalam aktivitas politik yang dapat merugikan integritas pemilu.
Selain itu, perlu dibentuk atau diperbarui kode etik yang lebih ketat bagi ASN, khususnya selama periode pemilu. Kode etik ini harus menguraikan dengan jelas larangan terlibat dalam kegiatan politik praktis dan memberikan sanksi yang tegas bagi pelanggaran kode tersebut. Penegakan kode etik yang konsisten dan transparan akan memberikan sinyal kuat bahwa netralitas ASN adalah prinsip yang tak dapat ditawar. Dalam hal ini Pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri PANRB, Menteri Dalam Negeri, Kepala BKN, Ketua KASN, dan Ketua Bawaslu tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan pada September 2022. Sebagai bentuk pengaturan lebih lanjut, Menteri PANRB juga menerbitkan Surat Edaran No. 01/2023 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas PPNPN dalam Penyelenggaraan Pemilihan umum dan Pemilihan.
Pendidikan politik dan pelatihan etika juga perlu diperkuat. ASN perlu memahami betapa pentingnya netralitas mereka dalam mempertahankan demokrasi yang sehat. Pelatihan ini dapat mencakup pemahaman mendalam tentang dampak negatif dari keterlibatan politik praktis, serta penekanan pada peran ASN sebagai pelayan publik yang independen.
Pemerintah juga dapat menggandeng lembaga masyarakat sipil dan organisasi internasional untuk memberikan dukungan dalam memperkuat netralitas ASN. Kerjasama lintas sektoral ini dapat memberikan perspektif independen dan memperkuat legitimasi reformasi kebijakan.