Mohon tunggu...
Ahmad Fathul Bari
Ahmad Fathul Bari Mohon Tunggu... -

anak betawi yang kagak mau ketinggalan jaman.. ^_^

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tan Malaka: Islam dalam Tinjauan Madilog (Resensi Buku)

30 Agustus 2012   05:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:09 2369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Judul: Islam dalam Tinjauan Madilog

Pengarang: Tan Malaka

Penerbit: Komunitas Bambu, 2000

Tebal Buku: xxii + 69 halaman

Buku ini pertama kali diterbitkan oleh penerbit “Widjaja” pada tahun 1950. setelah begitu lama dilarang terbit pda masa orde baru, akhirnya buku ini diterbitkan lagi seiring dengan berhembusnya angin reformasi. Islam dalam Tinjauan Madilog yang pertama kali terbit pada tahun 1950 waktu itu dimaksudkan untuk menyicil penerbitan naskah tebal Tan Malaka, Madilog yang saat itu terbentur masalah biaya dan kertas. Bagian Islam dalam Tinjauan Madilog dipilih menjadi bagian yang pertama kali naik cetak. Dalam buku terbitan baru (Komunitas Bambu) ini berisi tulisan Tan Malaka tentang “Islam”serta “Kepercayaan Asia Barat”. Selain itu buku ini ditambahkan tulisan yang ditulis oleh beberapa tokoh mengenai Tan Malaka yaitu “Tan Malaka dan Islam: Dalam Pandangan Filsafat” (Bagus Takwin), “Tan Malaka dan Islam: Tinjauan Sejarah” (Kunto Purboyono), “Revolusi dan Islam: Perjuangan dan Pemikiran Tan Malaka” (Ahmad Suhelmi).

KEPERCAYAAN ASIA BARAT

Menurut Tan Malaka, kepercayaan Asia Barat ialah agama Yahudi, Kristen atau Nasrani, dan Islam. Ketiganya pada umumnya disebut Monotheisme, kekuasaan Tuhan. Agama Yahudi terbatas hanya untuk bangsa Yahudi saja, sedangkan agama Nasrani dan Islam dipercaya oleh berbagai bangsa di dunia. Tetapi menurut Tan Malaka, agama Yahudi mengandung inti dan pokok ketiga agama itu yang merupakan pelopor Monotheisme dilihat dari segi sejarah. Ia juga mengkritik kaum orthodox Kristen tentang konsep ke-Esa-an (ialah ke-Esa-an Tuhan, Maryam,dan Yesus). Muhammad S.A.W dengan ikhlas dan terus terang dari awal mengakui Tuhannya Yahudi, Yahwenya Nabi Ibrahim, sebagai Allah Yang Maha Kuasa dan mengakui Nabi Musa, Daud, Sulaiman, dll dengan kitab suci dan segala artinya. Tetapi dengan terang-terangan pula Nabi Muhammad menentang beberapa peraturan Rabbi ( pendeta Yahudi) untuk memuja dan memuji Tuhan oleh peraturan dan kaum Rabbi. Kaum Kristen yang pada awalnya mengolok-olok Muhammad sebagai Rasul Tuhan bahkan pernah menganggap Muhammad sebagai Nabi palsu, pada akhirnya mengakui sikap Muhammad SAW terhadap “Trinitas” (1+1+1=1) itu. Bahkan ahli sejarah yang rasionalis mengakui kebudaayan Islam pada Abad Pertengahan sebagai jembatan antara peradaban Yunani-Romawi dengan peradaban Eropa sekarang serta mengakui besarnya pengaruh pemikir Islam atas gerakan Reformasi Gereja (kaum Protestan melawan kaum Katolik). Dipandang dari kacamata Madilog, ketiga agama tadi mesti dianggap sebagai Tiga Sejiwa yang terletak di atas ladang yang datar. Tak ada yang lebih tinggi dan tak ada yang lebih rendah. Ketiganya berdasarkan kepercayaan dan kepercayaan ini lahir pada masyarakat Yahudi. Begitu pula dengan pengaruh yang ditimbulkan satu sama lain. Tidak mudah menentukan mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah dari tiga agama tersebut. Tetapi terhadap intisari kepercayaan itu, yaitu kepercayaan tentang ke-Esa-an Tuhan, adanya jiwa manusia yang terpisah dari badan dan dari akhirnya jiwa ini, dll, ketiga agama tadi tidak mengandung perbedaan yang berarti. Kepercayaan semacam itu tentu masuk golongan yang berada di luar daerah pembahasan Madilog. Kepercayaan itu sebagian besar bersandar atas perasaan, bukan pada panca indera dan akal. Dengan begitu dia tidak masuk ke dalam daerah pemeriksaan Madilog. Terakhir menurut Tan Malaka, agama Yahudi, Nasrani, dan Islam yang ketiganya lahir di masyarakat bangsa Semit ( Yahudi dan Arab) itu dianggapnya Tiga Sejiwa bukan Tiga Serangkai. Jiwa ialah inti pokok ketiga agama itu sama, hanya cabang dan rantingnya saja yang berlainan.

ISLAM

Menurut Tan Malaka, sumber yang diperolehnya dari agama Islam itulah sumber yang hidup. Ia lahir dari keluarga yang taat agama. Orang tuanya adalah muslim dan muslimah yang taat dan tekun beribadah. Sewaktu masih kecil Tan Malaka mampu menafsirkan Al-Qur’an, dan dijadikan sebagai guru muda. Meskipun berbagai pengaruh pemikiran dan peristiwa yang terjadi di Eropa mendera dirinya, tetapi minatnya terhadap Islam terus hidup. Ia sering membaca terjemahan Al-Qur’an dalam berbagai bahasa sampai tamat. Begitu pula dengan buku-buku agama Islam sangat sering dibacanya.

Pada awal-awal bab ini, Tan Malaka mempermasalahkan tentang sejarah Islam yang sepengetahuannya saat itu masih belum ditulis. Menurutnya buku Foundation of Christianity untuk agama Islam belum lahir. Selanjutnya ia menguraikan tentang keadaan masyarakat Arab pada waktu sebelum dan setelah lahirnya Muhammad serta awal mula Muhammad mendapat wahyu dan diangkat menjadi Rasul Allah. Masyarakat Arab pada saat Muhammad lahir adalah masyarakat yang jahiliah, yang banyak membunuh bayi perempuan, yang ramai akan pembunuhan, perampokan, dan masih banyak kejahiliahan lainnya. Lalu diuraikan tentang kehidupan Muhammad dari kecil hingga dewasa yang penuh dengan hikmah dan pelajaran berharga bagi diri manusia itu.

Memang, masyarakat Arab asli ketika itu membutuhkan ke-Esa-an pimpinan sekurangnya sama dengan kebutuhan yang dirasa oleh Nabi Musa dan Nabi Daud. Pada masa Nabi Muhammad, bangsa Arab terdiri dari berbgai suku dan menyembah berbagai macam berhala. Muhammad bin Abdullah merenung dan memikirkan tentang keadaan masyarakat Arab serta mencari jalan keluar atas berbagai persoalan kehidupan pada saat itu. Ia mencari keberadaan Tuhan. Ia tertarik oleh Tuhan Esa-nya Nabi Ibrahim, Musa, dan Daud. Disini Tuhan lebih ternag ke-Esa-annya. Menurut Muhammad bin Abdullah Tuhan tidak bisa dibendakan. Ia semata-mata bersifat rohani. Tuhan yang semata-mata bersifat rohani yang tak dipatungkan lagi itu baru terdapat pada agama nasrani sesudah munculnya Martin Luther dan Calvin berarti setelah 1500 tahun Nabi Isa lahir atau setelah 900 tahun Nabi Muhammad wafat. Dalam gereja Protestan kita tidak melihat lagi patung Nabi Isa yang disalib. Dengan Yahudi, Muhammad bertentang pendapat tentang fungsi kekusaan para Rabbi yang sangat mutlak. Menurutnya seorang hamba dapat langsung meminta dan berhubungan dengan Tuhannya tanpa perantara siapapun. Dari semua hal tersebut, Muhammad bersikap kritis terhadapagama Yahudi dan Nasrani.

Masyarakat Arab yang percaya Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad sebagai Rasulullah ternyata belum cukup kuat mempersatukan suku-suku Arab yang berseteru. Bahkan hal itu menimbulkan ejekan, kebencian, caci maki, dan segala bentuk gangguan kepada Muhammad. Kepada siapakah mereka manusia-manusia Arab yang galak dan ganas itu akan takut ? dan apakah gunanya berbuat baik di dunia ini kalau sesudah kematian semua perkara yang berhubungan dengan manusia berhenti sama sekali. Di dunia fana inilah harus dicari sesuatu yang bersifat kenikmatan atau kesengsaraan yang dapat mendorong manusia untuk takut berbuat jahat dan gemar berbuat baik. Itulah surga dan neraka. Lalu bagaimana konsep surga dalam Islam ? surganya Islam itu sangat kuat pengaruhnya seperti kutub utara menarik jarum kompas. Sebelum sampai ke surga jannatuna’im itu sesudah Muhammad S.A.W wafat, orang-orang Arab dan Badui yang sudah bersatu itu mendapatkan surga dunia di Syria, Mesir, Spanyol, Iran, India. Para calon syahud mengalir bagai banjir dari seluruh penjuru Arab di bawah semboyan “Tuhan itu ialah Allah dan Muhammad itu ialah rasul-Nya. Tiada satu negara dan bangsa pun yang beratus-ratus tahun dapat bertahan dibanding kekuasaan Arab. Begitu cocoknya surga Islam dan konsep mati syahid itu dengan watak dan sifat masyarakat Arab.

Allah itu menurut logika tentulah tidak disebut “Maha Kuasa” kalau tidak dapat menentukan nasib segenap umat manusia setiap waktu. Setiap saat ia dapat menghentikan jalannya matahari, peredaran bintang dan bumi. Setiap saat ia dapat mematikan tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Sebaliknya manusia juga tidak boleh takut menghadapi bahaya maut apapun kalau Tuhan Yang Maha Kuasa itu belum memnggilnya. Dalam Islam hal ini dinamakan Takdir Tuhan, di dunia Barat hal ini dikenal sebagai pro-destination. Calvin, bapaknya mazhab Protestan, pada abad ke-17 juga mengemukakan hal ini. Oliver Cromwell di Inggris dan tentaranya yang diakui paling nekat pun oleh ahli sejarah barat juga mengikuti kepercayaan ini. Dalam hal ini tidak dapat dibantah pengaruh Islam pada dunia Kristen. Oleh karena itulah Tan Malaka mengatakan bahwa monotheismenya Nabi Muhammad-lah yang paling konsisten dan konsekuen, terus dan lurus. Maka itulah sebabnya menurut logika, bahwa Muhammad-lah yang terbesar diantara nabi-nabi monotheisme. Begitu juga dengan konsistensi memegang dasar nilai itu Muhammad tidak ketinggalan. Ketika seluruh Mekah memusuhinya, mengancam jiwanya dan dalam keadaan seperti itu musuh-musuhnya menawarkan harta dan pangkat bila mau menghentikan propagandanya, Muhammad berkata: “Walaupun di sebelah kiriku ada bintang dan di sebelah kanan ada matahari yang melarang, saya harus meneruskan perintah Allah”. Tetapi sekali lagi dapat dikatakan bahwa pada Islam masalah ke-Esa-an Tuhan itu juga mengalami pertentangan banyak pendapat dan sifatnya sampai ke puncak.

Jadi, menurut Madilog, Yang Maha Kuasa itu bisa lebih berkuasa daripada hukum alam. Namun selama alam ada dan selama alamraya itu ada, selama itu pulalah hukumnya alam raya yang berlaku. Menurut hukum alam raya, materilah yang mengandung kekuatan dan menurut hukum, dengan itulah caranya materi itu bergerak, berpadu, berpisah, menolak, menarik, dan sebagainya. Kekuatan materi dan hukum alam jelas masuk dalam pembahasan ilmu bukti. Berhubung dengan hal tersebut, maka permasalahan tentang Yang Maha Kuasa, tentang jiwa yang terpisah dari jasmani, surga atau neraka yang berada di luar alam semesta, tidak dikenal dalam ilmu bukti. Semua ini adalah di luar daerah pembahasan Madilog. Semua itu jatuh ke daerah “kepercayaan” masing-masing. Ada atau tidaknya itu pada tingkat terakhir ditentukan oleh kecendrungan msing-masing orang. Tiap-tiap manusia bebas menentukannya dalam kalbu dan hati sanubarinya sendiri. Dalam hal ini Tan Malaka mengakui kebebasan berpikir orang lain sebagaimana ia menuntut pula orang lain menghargai kebebasannya untuk memilih paham yang diterapkan.

Penutup

Tulisan di atas adalah resensi saya tentang Islam dalam Tinjauan Madilog yang merupakan sebagian tulisan Malaka diantara banyak tulisan lain yang dihasilkannya. Sebenarnya dalam buku ini terdapat lagi bab lainnya. Tetapi bab yang lain adalah tulisan para tokoh tentang Tan Malaka mengenai pandangannya terhadap Islam, yang dilihat dari berbagai sudut pandang bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sejarah, dan poltik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun