Mohon tunggu...
Ahmad Farhan
Ahmad Farhan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksplorasi Keunikan Kampung Adat Cirendeu dan Nilai Budayanya

7 Maret 2024   22:02 Diperbarui: 7 Maret 2024   22:09 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gapura Kampung Cirendeu/dokpri

Di tengah hiruk pikuk perkotaan, terdapat sebuah kampung yang masih memegang teguh nilai tradisi dan budaya yang di kenal dengan Kampung Cirendeu. Kampung Adat Cirendeu adalah sebuah permukiman tradisional yang terletak di wilayah Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Kampung ini menjadi salah satu destinasi yang menarik bagi wisatawan yang tertarik untuk menyelami kehidupan masyarakat adat Sunda dan budaya tradisional Indonesia.

Kampung Adat Cirendeu memiliki sejarah yang kaya akan budaya dan tradisinya yang beragam. Diperkirakan kampung ini telah ada sejak abad ke 16 M, bahkan sebelum masa penjajahan Belanda di Indonesia. Nama Cirendeu sendiri berasal dari dua buah kata yaitu ci dan reundeu, ci artinya air dan rendeu berasal dari tanaman rendeu. 

Sebagian penduduk Cirendeu, sejak tahun 1918 M tidak pernah menggunakan beras lagi sebagai makanan pokok. JIka masyarakat lain makanan pokoknya sangu (nasi) dari beras, di kampung Cirendeu juga memakan sangu (nasi) tetapi dari sampeu (singkong). Masyarakat kampung cirendeu menyebutnya sangu (nasi) sedangkan bahannya disebut sangueun. 

Gambar kesenian Angklung/dokpri 
Gambar kesenian Angklung/dokpri 

Menurut Kang Yana yang merupakan salah satu warga Kampung Cirendeu, masyarakat kampung cirendeu memegang teguh komitmen untuk tidak mengonsumsi beras hal ini berkaitan dengan tradisi nenek moyang mereka yang kerap berpuasa mengonsumsi beras selama waktu tertentu. 

Tujuan utama dari puasa tersebut adalah mendapat kemerdekaan lahir dan batin. Sedangkan menurut Kang Jajat masyarakat kampung cirendeu tidak mengonsumsi beras karena bentuk perlawanan mereka terhadap penjajah, "dengan mengonsumsi beras dari singkong maka kita punya alternatif jika beras mahal dan langka", ujarnya.

Pada masa kolonial Belanda, masyarakat Indonesia mengalami kesulitan disektor pangan disebabkan monopoli yang dilakukan pemerintahan kolonial Belanda terhadap hasil panen masyarakat Indonesia. Pada tahun 1918 M Mama Ali memelopori peralihan makanan pokok dari beras ke makanan lainnya sebagai bentuk upaya perlawanan terhadap monopoli yang dilakukan kolonial belanda. 

Proses peralihan ini berlangsung cukup lama berbagai makanan dicoba seperti jagung, talas,  hanjeli dan lain sebagainya untuk menentukan makanan pokok yang paling cocok sampai akhirnya menemukan singkong sebagai makanan pokok warga Kampung Cirendeu. 

Pada proses peralihannya, banyak anak kecil yang tidak kuat karena belum terbiasa memakan singkong sebagai makanan pokok. oleh karena itu, diadakanlah ritual tari Ngayun dengan tujuan untuk membuat anak-anak kecil yang tidak kuat memakan singkong,  seolah olah merasa seperti memakan nasi beras.

Sebagian masyarakat Kampung Cirendeu menganut kepercayaan Sunda Wiwitan dan Agama Islam mereka hidup berdampingan dengan saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Menurut masyarakat setempat, Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang dianut oleh orang Indonesia sebelum masuknya agama Hindu-Budha dan Islam di Nusantara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun