Pukul 10 pagi saya berangkat ke Puskesmas Bantarsari. Karena sebenarnya saya akan pergi ke Sidareja, saya sengaja mampir ke Puskesmas dulu karena merasa kurang enak badan. Kebetulan Puskesmas Bantarsari tidak jauh dari rumah. Saya mencoba mengupas persepsi saya - mungkin juga persepsi orang kebanyakan - tentang Puskesmas di wilayah pedesaan.Â
Suasana cukup ramai ketika saya sampai di pelataran parkiran depan Puskesmas. Ada banyak motor terparkir dan beberapa mobil, termasuk mobil ambulans yang terparkir di depan pintu masuk puskesmas. Main aman kalau menurut saya, karena kondisi di parkiran sangat panas, sedangkan tidak ada tanda-tanda kondisi darurat yang mengharuskan mobil untuk ready to go mengantar pasien. Mobil ambulan malah terparkir di depan pintu masuk Puskesmas yang terdapat atap. Sedikit dimaklumi, untung saja bukan mobil pejabat atau pegawai Puskesmas.
Masuk ke dalam ruang tunggu, saya sudah hafal teknis ketika berobat di Puskesmas. Situasi sial yang cukup bermanfaat. Sialnya, saya beberapa kali sakit dan harus berobat di Puskesmas ini. Manfaatnya, saya jadi mengetahui teknis ketika harus berobat. Bayangkan waktu pertama kali ke Puskesmas, saya kebingungan bagaimana teknis berobat.
Sedikit untung juga ketika dulu pertama kali ke Puskesmas sempat diberitahu oleh ibu saya tata cara mulai daftar di pendaftaran, masuk ruang periksa, sampai mengambil resep obat.
Ternyata pada saat masuk ruang tunggu ada banyak pasien yang sudah mengantre. Saya mengambil nomor antrean dan harus menunggu sekitar 20 nomor. Kondisi yang sangat membosankan ketika harus menunggu begitu lama. Pikir saya, bisa digunakan untuk ke mana dulu. Tapi, sembari baca-baca tread yang informatif di ponsel, saya bersabar untuk menunggu.
Menyoal Pelayanan Pasien
Ada saja kejadian unik di Puskesmas. Di loket pendaftaran terdapat ibu-ibu yang sedang mendaftar dan tiba-tiba ada calon pasien lain yang bersanding di samping ibu-ibu tadi. Ternyata, calon pasien yang ada di samping ibu tersebut belum mengambil nomor antrean. Saya rasa, orang itu baru pertama kali ke Puskesmas.
Kejadian lainnya adalah ketika nomor antrean milik saya sudah dekat untuk dipanggil. Saya dapat nomor 93. Ibu-ibu yang mendapatkan nomor antrean 92 maju ketika nomornya dipanggil. Saat ditanya kartu identitas, kartu berobat, BPJS, maupun KTP, ibu tersebut bilang tidak ada. Kartu berobat tidak ada dan KTP tidak dibawa.Â
Saat ditanya oleh petugas Puskesmas mengenai alamat ibu tadi, si ibu bilang lupa. Jadi, untuk RT dan RW nya bilang "kayaknya". Lalu, petugas pendaftaran mempersilakan ibu tadi untuk bertanya dulu ke anaknya yang kebetulan sedang ngopi di warung depan Puskesmas. Dan dipanggil lah saya selaku pemegang nomor antrean berikutnya.
Sembari saya mendaftar, saya bergeser ke petugas lainnya karena untuk memberi ruang ke ibu tadi yang telah kembali setelah memanggil anaknya yang ada di warung depan dengan menyebutkan alamat lengkap ibunya ke petugas pendaftaran. Lalu, saya duduk kembali ke bangku antrean menunggu dipanggil ke ruang periksa.Â
Poin saya adalah lagi-lagi soal teknis operasional, fasilitas, dan kemampuan sumber daya manusia pegawai Puskesmas yang belum modern.