Mohon tunggu...
Fahri Huseinsyah
Fahri Huseinsyah Mohon Tunggu... Staf Kedutaan Pakistan -

Staf Kedutaan Pakistan Jakarta Pejuang - Pemikir Tertarik : Organisasi Kepemudaan, Politik Domestik & Internasional

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Karena Semangat "Perjuangan Kelas" Itu Dekat

29 Desember 2012   06:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:52 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Sejarah manusia adalah sejarah perjuangan  kelas” – Karl Marx

Sebuah kalimat pembuka, untuk membuka (kembali) fakta, bahwa kita, manusia , tidak pernah lepas dari kata “perjuangan” untuk menuju sesuatu lebih baik, dan itu dikarenakan ada sesuatu yang ingin kita tuju, kita capai, dan kita rengkuh sebagai sebuah cita-cita. Dan itu mengimplisitkan untuk berubah dari keadaan yang ada sebelumnya, dalam artian kita berusaha untuk melakukan capaian-capaian yang lebih baik lagi dari kondisi yang ada sekarang. Disini penulis akan mengambil kaitan kuat antara pola semagnat berpikir tentang perubahan, dan hakikat perubahan itu sendiri, yang penulis sadur dari teori marxis, atau pemikiran”kiri”.

Ketika kita berkeinginan untuk merubah keadaan, sama halnya dengan bagaimana sekarang kita menapaki sebuah jenjang bernama perkuliahan, yang terbayang itu adalah melakukan hal-hal baik dan progresif, lulus dengan nilai tinggi, cepat cari kerja agar dapat memperoleh penghidupan yang lebih layak lagi, tentunya lebih baik. Itu semua merupakan garis besar yang terangkum ke dalam keinginankeinginan lewat batas angan-angan terlebih dahulu. Memang pada umumnya seperti itulah apa yang sebenarnya kita inginkan. Ketika kita berusaha untuk berjuang dengan cita-cita yang ada di benak, yang dimana kita berkeinginan untuk meraihnya di masa mendatang, terlepas dari apakah cita-cita anda ingin menjadi jurnalis, pengusaha, selebriti, diplomat, legislator, atau berbagai presisi jabatan prestisius lainya.

Apabila kita runut lagi dari belakang, untuk apa kita sekolah, dari jenjang yang paling bawah hingga sekarang menapaki baku kuliah, setelah ini nantinya kita dihadapkan pada sebuah dunia yang lebih keras lagi tingkat persainganya, yaitu dunia kerja, yang dimana tujuan kita adalah dapat segera memperoleh pekerjaan , yang merupakan akumulasi dari tahapan pendidikan. Kaitanya dengan teori sosiologi, bahwa mobilitas sosial pada era modern ini ditentukan oleh usaha seseorang, yang dapat ditempuh melalui berbagia macam sarana salah satunya adalah pendidikan. Pendidikan yang kita alami sekarang sesubgguhnya kelak akan mampu menghantarkan kita untuk memperoleh kedudukan yang mapan di dalam bidang pekerjaan nantinya. Namun, entah disadari atau tidak, pemahaman kita untuk mencapi penghidupan yang lebih baik tersebut, tidak lepas dari keinginan kuat kita untuk melakukan pembebasan diri dari belenggu keterbatasan, yakni kehidupan yang dijalani saat ini belum mampu memberikan hal-hal atau sesuatu yang diimpi-impikan, dengan konteks mendapat pekerjaan sebagai alat untuk mendapat upah, yang digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup, atau yang lebih beratnya lagi menjadi tulang punggung kehidupan keluarga.

Manifesto tentang usaha kita untuk memperoleh kemapanan dalam hidup bukanlah sesuatu yang dapat ditolak, atau disikapi dengan sinis, apabila dengan dalih bukanlah sesuatu yang berupa materi yang dicari melainkan hakikat hidup sejati, maka seusungguhnya hal tersebut hanya pengutaraan para munafik, karena tidak lain hidup ini adalah berusaha lebih baik dari keadaan yang ada. Sesuai dengan kata pepatah, bahwa memberi lebih baik ketimbang meminta, banyak hal yang dapat dilakukan ketika kita dalam posisi memiliki, sehingga maksud dari kehidupan mapan ini adalah bagaimana kita dapat melakukan perbuatan-perbuatan baik seperti memberi, menolong sesame, membantu yang tak mampu, bukanlah sebuah sikap yang melambangkan kehidupan foya-foya dan hal yang bersifat hedonis lainya.

Kembali lagi kepada bahasan yang tidak dapat kita tolak keberadaanya, mengenai keinginan atau determinasi yang kuat dalam diri untuk memperoleh suatu keadaan yang lebih lewat suatu pencapaian, dalam ranah teori, dikenal sebagai mobilitas sosial. Mobilitas sosial ini yang menjelaskan keingingan dari intuisi kita untuk menuju pada kondisi yang lebih baik, apakah ada yang salah dengan pertobatan seorang preman menuju sebuah tujuan untuk menjadi suci atau membersihkan diri dari kehidupan sebelumnya yang sangat nista? Apakah salah seorang anak petani bercita-cita untuk menjadi pengusaha demi menunjang kebutuhan hidup dan keinginan untuk kehidupan mapan? Atau kebutuhan mahasiswa untuk mencari beasiswa demi meringankan beban biaya yang ditanggung orang tua? Semua itu mari kita lihat sebagai sebuah keinginan untuk berubah, melalui tahapan-tahapan progresif dalam kehidupan diri kita ataupun keberadaan lain di sekitar kita.

Perjuangan suci tersebut, sesungguhnya lahir dari keadaan yang awalnya serba berkekurangan, dan juga kondisi kemapanan yang menjadi tujuan untuk merubah keadaan kita sebelumnya. Maka dari ini penulis berkesimpulan bahwa makna perjuangan kelas sesungguhnya tidak juga disikapi secara sinis dan pandangan subjektif tanpa dasar, namun perjuangan kelas jika dipahami dengan lebih dalam dan dengan melepaskan diri dari justifikasi buta, kita dapat melihat bahwa usaha kita untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan demi masa depan sesungguhnya adalah makna dari perjuangan kelas itu sendiri, karena ia adalah sebanar-benarnya realitas yang  berada di sekitar kita.

Surabaya. 29-12-2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun