Mohon tunggu...
Fahri Huseinsyah
Fahri Huseinsyah Mohon Tunggu... Staf Kedutaan Pakistan -

Staf Kedutaan Pakistan Jakarta Pejuang - Pemikir Tertarik : Organisasi Kepemudaan, Politik Domestik & Internasional

Selanjutnya

Tutup

Money

Bulog dan Stabilitas Pangan

19 Agustus 2012   22:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:32 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyimak salah satu tayangan di Televisi Swasta kemarin malam, yang menyinggung soal peran Bulog. Juga salah satu sesi yang menampilkan testimoni dari masyarakat terkait kebutuhan selama puasa hingga menjelang lebaran. Harga-harga memang selalu rutin akan merangkak naik memasuki pekan ramadhan, itu tidak bisa dihindari sekalipun oleh pedagang. Itu berarti mengindikasikan bahwa keadaan mekanisme pasar berjalan secara tidak stabil.

Menakar eksistensi Bulog

Tidak jauh sebelum itu, khayalak dibuat geger awal bulan Ramadan lalu. Sekitar akhir juli sampai pekan awal agustus, stok kedelai mencaapai salah satu titik terburuknya selama kurun tahun-tahun belakangan ini. Sebabnya adalah ketersediaan stok kedelai tidak sebanding dengan permintaan di pasaran, yang digunakan khususnya oleh sentra industri olahan. Akibatnya, banyak yang mengeluh soal kelangkaan suplai kedelai di pasaran, berimbas pada tutupnya puluhan sentra pembuatan tempe,  disusul dengan jarang diketemukanya tempe dan tahu yang merupakan efek horizontal dari langkanya kedelai.

Pernahkah kita mengalami krisis beras yang berujung pada kosongnya persediaan dalam negeri? Hampir tidak pernah, setidaknya harga di pasaran hanya pernah mengalami lonjakan yang sifatnya sementara dan tidak lama, tidak pernah negeri ini mengalami kekosongan stok beras. Sebabnya apa? Masih ada regulator yang menangani dan mencegah terjadinya krisis beras, yakni Bulog. Selama ini memang harga pangan dikendalikan oleh mekanisme pasar, entah itu beras, minyak, daging sapid an sebagainya. Tetapi sejauh ini intervensi yang dilakukan Bulog baru sebatas pada beras, karena stok beras diawasi peredaranya dan dikelola pengaturanya oleh Bulog, sehingga harga dan persediaan cenderung stabil, tetapi sisanya, masih dikendalikan oleh kartel-kartel, pihak inimlah yang sebetulnya memiliki kewenangan, otoritas secara tidak langsung untuk memanipulasi persediaan di gudang. Jika barang langka sedangkan permintaan naik, maka harga akan melonjak tajam, sehingga banyak pihak yang dirugikan, tidak memandang apakah itu pedagang maupun konsumen. Ancaman pangan tentunya merupakan sebuah paradoks, yaitu realita yang berbanding terbalik dengan kenyataan yang mesti seharunsya ada. Pada problematika ini, Bulog memainkan peran krusial yang menentukan penghidupan dan sistematika kedelai di lapangan. Sementara ketiadaan stok berimbas pada banyak pihak yang ketar-ketir, Bulog juga kesulitan mengadakan total permintaan kedelai yang memang sangat besar untuk Indonesia, dimana ketergantungan akan kedelai sangat mutlak.

Tergantung pada impor

Nampaknya Indonesia sendiri akan mengalami kendala terus menerus yang menyebabkan visi swasembada pangan ikut terhambat. Barang tentu wacana swasembada pangan bukanlah barang baru, sudah lama menjadi idiom bagi banyak orang tetapi nyatanya belum juga dapat sepenuhnya terealisasi. Di satu sisi angka konsumsi sangat tinggi, sementara di sisi yang lain intensifikasi pertanian tetap berjalan secara stagnan sehingga target swasembada, akan sulit tercapai. Ditambah lagi untuk bahan pangan seperti kedelai, sangat bergantung pada impor. Kita selama ini mengenal bahwa satu-satunya badan negara yang memiliki fokus pada pengaturan mengenai penyediaan logsitik pangan serta penjaminan stabilisasi stok dan juga harga dikelola sepenuhnya oleh Bulog, yang pada awalnya didesain oleh Pemerintahan Presiden Soeharto untuk mengendalikan bahan pangan agar senantiasa terjangkau dan terkendali. Tetapi tetap saja, yang namanya impor berarti bergantung terhadap persediaan yang ada dan berasal dari luar negara. Itu berarti pola ketergantungan yang terlanjur ada pada Indonesia yang masih sangat membutuhkan impor lewat Bulog. Adapun alasan pemerintah tetap memfungsikan dan menjalankan kebijakan impor, yaitu disebabkan oleh kurangnya suplai dalam negeri. Seperti misal kedelai dimana produsen lokal hanya mampu memenuhi permintaan 40%, untuk sisanya pemerintah mengimpor dari negara produsen kedelai seperti Amerika Serikat.

Bulog secara holistik

Wacana tentang Revitalisasi Bulog yang bersumber dari kekhawatiran akan terjadinya implikasi luas yang mungkin terjadi seperti krisis kedelai belakangan ini. Bulog sebagai lembaga negara yang sentral dimana kewenanganya mencakup pengaturan dan stabilisasi pada harga, diharapkan mampu bertindak lebih jauh dengan memperluas fungsi serta peranya dalam intervensi dalam kebutuhan pangan. Agaknya sistem ekonomi yang selama ini berjalan, yakni hampir sebagian besar, didominasi oleh mekanisme pasar cenderung mengarah kepada ketidakpastian situasi, saat memang pasokan itu terhambat, maka dampaknya akan sangat fatal jika tidak ada peran pemerintah disitu. Sebetulnya secara konstitusi upaya stabilisasi pangan sudah kuat, sebab sudah dijamin secara eksplanatif lewat UU Pangan. Mengutip dari poin ke 2 pasal 46, yang dijelaskan bahwa peran Pemerintah yaitu menyelenggarakan, membina, dan atau mengkoordinasikan segala

upaya atau kegiatan untuk mewujudkan cadangan pangan nasional.

Integritas Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Bulog, harus lebih dapat melakukan pengaturan secara komprehensif, dan holistic mengingat tingkat konsumsi masyarakat Indonesia yang tinggi sangat rentan terhadap krisis multi-aspek, seperti permainan harga di kartel di pasar, penimbunan barang di gudang ataupun kelangkaan pasokan. Dirut Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan, sebagai upaya untuk memperluas kewenangan Bulog, pihaknya mengusulkan agar Bulog memainkan peran untuk 5 komoditas pangan. Lima komoditas pangan itu antara lain beras, gula, kedelai, jagung dan minyak goreng (Portal Online Detik.com, 30/07/2012). Jika itu terwujud, maka peran Bulog akan semakin mengakar kuat sebagai kontrol harga dan juga penjamin stok bahan pangan yang memang posisnya vital. Tidak hanya itu, kedepanya stabilitas pangan akan bisa dicapai Indonesia. Selain itu jika revitalisasi ini menjadi realisasi oleh pemerintah, maka kondisi pasar akan menjadi lebih kondusif, dan juga masyarakat tidak harus mencemaskan krisis pasokan sampai lonjakan harga, apalagi kelangkaan stok pangan.

Ahmad Fahri Huseinsyah

Deputi Kajian Eksternal BEM UNAIR

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun