Apakah kita pernah terbayang, mengenai kehidupan yang serba membingungkan? Kadang kita berfikir "perasaan diriku sudah mencukupi, tapi kok rasanya masih ada yang kurang ya?" Atau kadang juga kita berfikir "ahh tidak apa-apa, ini sudah lebih dari cukup untuk diriku". Ada kalanya suasana hati selalu bertanya, mengenai cukup atau tidaknya suatu hal yang ada dalam kehidupan kita.
Sifat dasar manusia adalah selalu merasa kurang, bagaimanapun kondisi hidup tetap ada saja perasaan kurang. Bahkan semakin banyak sesuatu yang kita dapat, tapi entah kenapa rasanya seperti kurang cukup. Sampai kadang kita berusaha mencari jalan keluar dari kondisi kekurangan, yang sebenarnya bukan merupakan kekurangan. Ada saja celah, bahwa kita selalu merasa dalam keadaan yang kurang mencukupi.
Adanya perasaan selalu kurang tersebut, bisa jadi disebabkan oleh ketidakmampuan seseorang membedakan mana sebuah keinginan dan mana sebuah kebutuhan. Mungkin dalam segi kebutuhan, seseorang memang perlu memenuhi suatu hal.
Namun dalam segi keinginan, seseorang pasti memiliki banyak keinginan-keinginan yang ingin diraih. Padahal seharusnya keinginan bersifat tidak harus, sedangkan kebutuhan bersifat perlu.
Jika kita memiliki sifat yang menganggap diri kita selalu merasa kurang, mungkin kita bisa mengambil pembelajaran dari salah satu folosofi jawa, yaitu "Akeh Durung Mesti Cukup, Sethithik Durung Mesti Kurang" yang dapat membantu kita untuk menemukan rasa syukur terhadap sesuatu hal.
Jika diterjemahkan, "Akeh Durung Mesti Cukup" berarti banyak belum pasti cukup dan "Sethithik Durung Mesti Kurang" berarti sedikit belum pasti kurang. Secara filosofis, sebenarnya pitutur ini lebih gampang dikaitkan dengan penghasilan, harta, dan kondisi materi seseorang.
Makna bebas dari pitutur jawa tersebut menerangkan bahwa, penghasilan (harta) yang banyak belum tentu mencukupi berbagai keinginan kita. Namun sebaliknya, penghasilan (harta) yang bernilai sedikit justru belum tentu membuat kita merasa kekurangan.
Filosofi jawa tersebut bukan hanya membantu kita menemukan rasa syukur, melainkan juga sebagai pedoman kehidupan sehari-hari.
Dalam kaidahnya, filosofi jawa ini sangat erat dengan perkara hidup dan nilai-nilai luhur yang dipegang oleh orang-orang jawa dalam menjalani sebuah kehidupan.
Akeh Durung Mesti Cukup