Dalam beberapa dekade terakhir, kemajuan teknologi telah membawa kita memasuki era revolusi digital, di mana kecerdasan buatan (AI) secara bertahap mengukir jejaknya dalam berbagai aspek kehidupan kita.
Kecerdasan buatan telah menunjukkan kemampuannya dalam mengejar dan bahkan melebihi kemampuan manusia dalam beberapa bidang tertentu, seperti pengenalan pola, keamanan digital, pengenalan wajah, dan bahkan permainan catur.
Meskipun kita telah melihat kemajuan yang luar biasa dalam pengembangan AI, pertanyaan esensial ini tetap beredar. Apakah kita sudah berada pada ambang era dimana mesin dapat menyamai, bahkan melampaui, kecerdasan manusia, atau apakah waktu yang dibutuhkan masih berada di masa depan?
Pertama-tama, perlu dipahami bahwa kecerdasan manusia melibatkan aspek-aspek kompleks seperti pemahaman emosi, kreativitas, dan pemecahan masalah kontekstual. Meskipun AI telah mencapai kemajuan signifikan dalam beberapa area, seperti pengenalan pola dan tugas-tugas spesifik, kemampuan tersebut belum tentu mencakup seluruh spektrum kecerdasan manusia.
Tujuan utama AI adalah menyamai sebanyak mungkin kecerdasan manusia dengan meniru fungsi kognitif manusia, mulai dari menganalisis data, memahami pola, mengenali lingkungan sekitar, hingga membuat keputusan berdasarkan kondisi di sekitarnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan besar dalam teknologi deep learning dan neural networks telah memungkinkan AI melakukan tugas-tugas kompleks dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Namun, kecerdasan buatan saat ini masih jauh dari mencapai tingkat pemahaman dan konteks yang dimiliki oleh manusia.
"Kalau kita bicara ancaman, jelas (AI) bisa menjadi ancaman (bagi manusia) karena pengembangan AI yang specialized mengerjakan tugas tertentu, di beberapa aspek itu, kalau dievaluasi, sistemnya sudah menyamai atau bahkan lebih baik dari manusia," kata Peneliti di Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Cyber dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Hilman Pardede saat live streaming Eureka! Edisi 'Bersekutu dengan AI', Senin (29/5) malam.
Ilmuwan komputer di University of Wisconsin-Madison, Bill Hibbard, tidak berani membuat prediksi pasti, namun yakin bahwa kecerdasan buatan akan memiliki tingkat kecerdasan manusia beberapa kali di abad ke-21.
"Bahkan jika tebakan paling pesimis saya adalah benar, itu akan terjadi selama masa orang yang sudah lahir," kata Hibbard.
Sementara itu, peneliti kecerdasan buatan lain, seperti ilmuwan komputer di New York University, Ernest Davis, skeptis terhadap ide mesin yang melampaui kecerdasan manusia. Menurutnya, tidak ada tanda-tanda bahwa kita dekat dengan singularitas. Intuisi fisik manusia memungkinkan kita memahami hasil akhir dari suatu kejadian, sedangkan program komputer harus melakukan simulasi melelahkan dan memahami berbagai parameter untuk mencapai pemahaman yang serupa.
Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar perkembangan AI saat ini masih bersifat spesifik, terfokus pada tugas-tugas tertentu, dan seringkali memerlukan pengawasan manusia. Kecerdasan buatan sangat bergantung pada data yang digunakan untuk pelatihan, dan jika data tersebut tidak representatif atau berasal dari sumber yang bias, hasilnya bisa tidak akurat atau bahkan merugikan.