Mohon tunggu...
Ahmad Dirgahayu Hidayat
Ahmad Dirgahayu Hidayat Mohon Tunggu... Jurnalis - Selalu berusaha mendapatkan hal baik untuk diri sendiri lalu menebarkannya ke yang lain

Bila belum sanggup memberi materi, setidaknya masih sanggup membuat wajah murung kembali berseri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Alasan Lafal Allah Bukan Termasuk 99 Asmaul Husna

21 Januari 2023   09:45 Diperbarui: 21 Januari 2023   15:35 1639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Asmaul Husna.

Jika lafal "Allah" termasuk dari asma'ul husna yang kaprah dikenal, maka asma'ul husna tersebut tidak lagi berjumlah 99. Melainkan 100. Sehingga, terjawablah sudah teka-teki para guru pesantren (asatidz)-tak terkecuali ponpes Sukorejo, tempat saya menimba ilmu sejak lepas Sekolah Dasar (SD) hingga lulus S2-bahwa, jika seseorang telah berhasil menemukan satu nama lagi sebagai pelengkap dari 99 itu, penemunya pasti istimewa. Bukan orang sembarangan. Kendati penulis sendiri belum mampu menjangkau kebenaran informasi tersebut. 

Jika pun benar, teka-teki tersebut harus mendapat tafsir yang layak dan relevan. Sehingga, bisa terbaca lebih terang oleh lebih banyak umat. Namun, karena kita tidak sedang bicara apakah lafal "Allah" termasuk yang ke-100 atau tidak, maka penulis akan lebih fokus pada alasan mengapa lafal tersebut tidak termasuk dalam asma'ul husna yang 99? Padahal, ia juga termasuk nama zat yang wajib disembah (al-ma'bud bi haqq(in)). 

Tetapi sebelumnya, lebih sistematis jika terlebih dahulu mengkaji lafal Allah itu sendiri sebelum menyatakan alasan mengapa tidak termasuk asma'ul husna yang 99. Lafal "Allah" Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) menulis dalam al-Maqshidul Atsna fi Syarhi Ma'ani Asma'il Husna (halaman 61). Ia mengatakan: 

Artinya, "Lafal 'Allah' merupakan nama bagi Sang Maujud Sejati yang di dalamnya terhimpun seluruh sifat-sifat ilahiah dan berhias dengan sifat-sifat rububiyah (ketuhanan) yang memonopoli wujud hakiki." 

Dari keterangan ini, dapat dipahami bahwa setiap makhluk-Nya yang maujud di alam raya ini tidak berhak menyandang wujud yang otonom, alias tidak butuh pada wujud yang lain. Sebab, kewujudan makhluk-makhluk tersebut hanya meminjam kewujudan Allah yang hakiki itu. 

Maka, sejatinya, jika melihat terhadap zat Allah dengan kewujudan hakiki-Nya, seluruh makhluk di jagat semesta ini binasa. Asal yang tiada, tidak akan pernah menjadi ada secara hakiki. Persis seperti barang pinjaman. Keberadaan barang pinjaman di tangan peminjam, sejatinya dia tidak memiliki apa-apa. Walaupun secara zahir barang tersebut tampak di tangannya.  

Lafal "Allah", sebagaimana banyak disebutkan para ulama, termasuk nama yang paling agung daripada nama-nama-Nya yang terangkum dalam asma'ul husna yang berjumlah 99. 

Lantaran, nama tersebut-seperti telah tertera di atas-mengarah pada substansi zat yang menghimpun seluruh sifat ilahiah lainnya. Imam al-Ghazali termasuk di antara ulama yang menulis statemen khusus ihwal kajian ini dalam al-Maqshidul Atsna. Katanya:  

Artinya, "Ketahuilah bahwa lafal 'Allah' adalah nama yang paling agung daripada nama-nama-Nya yang berjumlah 99 itu." 

Dari stateman ini saja, kita bisa sedikit menjangkau mengapa lafal "Allah" tidak termasuk di antara asma'ul husna yang 99. Lantaran ia jauh lebih mulia daripada yang lain. Karena itu, lafal atau nama tersebut harus dieksklusifkan. Sekurangnya, ada tiga alasan al-Ghazali yang bisa kita rangkum.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun