Pandemi datang membawa kecemasan. Banyak orang yang merasa takut terhadap penularannya. Situasi yang tak menentu, membuat terjepitnya kondisi ekonomi.
Doloksanggul - Wanita yang duduk bersanding dengan mesin jahit itu berusia 46 tahun, dengan meteran jahit digulungkan di lehernya sembari fokus menjahit pakaian. Ia memiliki kios dekat pasar kurang lebih 2 km dari rumahnya tempat dimana ia berjuang mencukupi setiap kebutuhan keluarganya serta bekerja keras sekuat tenaga demi menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Seorang ibu yang  setiap hari tidak henti-henti menaruh harapan besar pada jahitan pakaian, Ya  ia bekerja sebagai penjahit pakaian.
Terlihat ia sibuk menjahit pakaian langganannya untuk dijemput sebelum tahun baru. Ditengah-tengah kesibukannya ia tidak lupa memakai masker sebagaimana aturan protokol kesehatan. Namun dibalik kondisi pandemi ini perekonomian usaha nya terbilang merosot dibanding tahun kemarin. Yang biasanya menjelang tahun baru orderan jahitan khususnya baju kebaya terbilang banjir orderan, dibandingkan dengan sekarang orderan jauh lebih sedikit.
Biasanya di penghujung tahun masyarakat suku batak banyak mengikuti pesta, baik itu pesta adat maupun pernikahan. "Tahun ini banyak orang tidak mengikuti pesta, dikarenakan wabah corona sekarang makanya orderan jahit sekarang sepi" ujarnya.
Ibu Aris, begitu sapaan wanita ini atau dalam suku batak sering disebut 'anak panggoaran' artinya anak sulung menjadi  sosok nama panggilan bagi keluarga nya. Ya, ia memiliki 5 orang anak, anak pertama bernama Aris. Sebab itu ia akrab dipanggil para pembelinya Ibu Aris. Walau hanya tamat di jenjang SMP tak menutupi pikirannya untuk tetap menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi (universitas).
Ibu Aris yang setiap harinya bekerja mulai dari jam 8 sampai menjelang maghrib, saat di temui di kios  tempat ia bekerja menjahit pakaian milik pelanggan sekaligus usaha kasur milik suaminya. Ya suaminya bekerja berjualan perlengkapan kasur keliling seperti kain tilam, bantal dan lainnya menggunakan motor kekampung-kampung maupun antar kecamatan.
Di kios itu ia mengatakan tidak ada kata terlambat untuk menyekolahkan seorang anak, masalah biaya kalau kita ada niat dan keinginan Allah selalu memberikan jalannya. Begitu ujarnya.
Selama pandemi, Bu Aris terus mengajarkan pentingnya menerapkan pola hidup sehat seperti mengonsumsi makanan sehat. Tak hanya itu, ia juga mengajak seluruh anggota keluarganya untuk mematuhi protokol kesehatan, seperti rajin mencuci tangan dengan sabun, mengenakan masker saat beraktifitas diluar rumah dan menjaga jarak.
Kebiasaan baru ini juga diterapkan Bu Aris di tengah aktivitasnya dalam mencari rejeki. Usaha jahit pakaian wanita serta usaha kasur yang dimilikinya sangat memperhatikan protokol kesehatan. Ia mewajibkan seluruh pelanggannya untuk mematuhi protokol kesehatan guna mengantisipasi potensi tertular covid-19.
Keinginan yang keras dari perempuan ini demi untuk melihat anak-anaknya mendapat pendidikan yang layak dan mendapat sebuah ilmu untuk menjadi bekal di masa depannya nanti dan bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih dari pada seorang penjahit dan berjuaalan kasur. Sedikit demi sedikit uang yang di dapat dari berjualan kasur serta menjahit pakaian dikumpulkanya. Dari uang itulah Bu Aris dapat menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang perguruan tinggi.
Kesadaran akan sebuah pendidikan yang utama, membuat Bu Aris banting tulang untuk mencukupi kebutuhan perkuliahan anaknya yang di rasakannya memang sangat berat, Namun perempuan yang lahir  1 Juni 1973 ini tak patah semangat, walaupun ia sampai letih bekerja ia tetap berkeinginan keras untuk menyekolahkan/menguliahkan anaknya ke perguruan tinggi.
Kesulitan yang di alami bukan tak ada, biaya perkuliahan yang semakin tinggi belum lagi di tambah uang paket internet dikarenakan belajar daring  untuk perlengkapan anaknya membuat Bu Aris sesekali sering mengernyitkan dahi dimasa pandemi sekarang.Sebuah perjuangan besar seorang ibu, ia tidak pernah meminta rasa kasihan kepada orang lain, tetapi Bu Aris hanya ingin melihat anaknya sukses dimasa depan tanpa melihat apa pekerjaan orang tuanya.
Bu Aris yang beralamat di Jalan Melanthon Siregar, Doloksanggul ini mempunyai lima orang anak. Anak pertama dan kedua sedang dalam masa perkuliahan, anak ketiga baru tamat SMA sedang anak keempat dan kelima masih dalam masa pendidikan SMA dan SMP.
Rasa lelah pasti ada tapi Bu Aris tidak ingin terlihat lemah di mata anak-anaknya. Ia bekerja dan mengurus rumah tangga dari pagi hingga sore demi untuk melihat anaknya yang nantinya dapat menaikan derajat keluarganya.
Dari penghasilan jahitannya ia  bisa membantu suami nya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga nya dari hari ke hari, dan Bu Aris tidak pernah lupa menyisipkan atau menabungkan uang dari penghasilannya untuk biaya anaknya.
Dimasa pandemi sekarang tidak banyak usaha yang bisa saya lakukan selain terus berusaha dan berdoa kepada Tuhan agar semua urasan bisa di permudah oleh yang maha kuasa, ucap Bu Aris.
Hiruk pikuk kondisi ekonomi di masa pandemi sekarang menjadi permasalahan yang ramai diperbincangkan. Bagaimana tidak, kegelisahan seorang ibu yang menyekolahkan kelima anaknya. Ia berharap "harapan saya untuk anak saya tidak begitu besar, saya hanya ingin melihat anak saya bisa hidup mandiri dan berkecukupan seperti anak-anak lainnya, bisa membiayai hidup mereka sendiri tanpa meminta lagi dari kedua orang tuanya, dan bisa membuat bahagia anak dan istri mereka kelak, ucap Bu Aris sambil tersenyum.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI