Mohon tunggu...
Ahmad Deni
Ahmad Deni Mohon Tunggu... -

Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tradisi Metik Pari Tak Bisa Terpisahkan Bagi Masyarakat Pojok Utara Banyuwangi

2 April 2017   14:39 Diperbarui: 7 April 2017   01:00 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[Tradisi Metik Pari]         Indonesia merupakan negara agraris sangat cocok untuk bercocok tanam, khususnya Pari (Padi) merupakan tanaman khas indonesia yang menjadi makanan pokok bagi orang indonesia, Setiap menjelang panen besar khususnya padi, masyarakat berbondong-bondong untuk mengadakan tradisi metik pari tersebut sebagai Rasa Syukur kepada Tuhan yang telah memberikan hasil panen yang melimpah,  Pada pojok utara kab. Banyuwangi lebih tepatnya di Desa Bimorejo, Metik pari (selametan padi) hal tersebut sangatlah lumrah bagi kehidupan masyarakat yang berprofesi sebagai petani padi didesa itu. 

Tradisi tersebut merupakan warisan  orang tua terdahulu sebelum zaman penjajahan ketika nenek moyang kita mengenal sistem bercocok tanam. Memang acara Metik Pari tidak diwajibkan akan tetapi kata masyarakat disana, jika hasil melimpah tak melakukan tradisi Tersebut  rasanya seperti makan nasi tanpa Garam. Acara tersebut biasanya di lakukan setiap 4 bulan bahkan  setahun sekali,  ketika padi berwarna kuning yang siap mau dipanen bahkan ada yang melakukan tradisi tersebut sesudah panen.

          Desa bimorejo mayoritas beragama muslim, oleh karena itu acara metik pari tersebut dikemas dan dimodifikasi secara keislaman oleh orang terdahulu yang muslim, seperti menambahkan bacaan-bacaan islamiyah dan pemanjatan doa kepada tuhan,  namun tidak mengurangi nilai-nilai budayanya, seperti menghidangkan kue tujuh rupa, memotong sebagian padi, membakar dupa hingga acara inti yakni makan bersama sehingga bisa mempererat tali silaturahmi. Dalam acara metik tersebut terdapat seorang pemimpin atau sesepuh yang memimpin doa untuk meminta kepada tuhan untuk diberi  kelancaran dan barokah yang telah ditanam dan yang akan di tanam selanjutnya oleh petani tersebut.

          Bagi orang yang berkantong tebal terkadang acaranya dibuat secara meriah dengan menambahkan acara hiburan dapat dinikmati masyarakat sekitar yang  memakan biaya yang tak sedikit mulai dari jutaan hingga puluhan juta, ketika di tanya, penyelenggara menjawab sambil tersenyum  “ingin berbagi kebahagiaan dengan masyarakat sekitar, masa kita hidup senang tetapi lingkungan sekitar tidak bisa merasakannya”. Akan Tetapi berbanding terbalik bagi orang yang pas-pasan,  acara tersebut di lakukan dengan sederhana, cukup hanya makan-makan bersama. Itulah salah satu tradisi adat yang ada di Desa Bimorejo, mungkin didaerah lainnya banyak melakukan, akan tetapi tradisi metik pari ini versi yang terdapat didesa kelahiran penulis.

          Itulah negara Indonesia yang mempunyai kenarekaragaman budaya, adat dan tradisi, jangan sampai keranekaragaman tersebut bermunculan kata diskriminatif sehingga menimbulkan perpecahan antara sesama bangsa, namun keranekaragaman tersebut adalah reward dari tuhan untuk bisa menjadikan pemersatu antara umat bangsa sehingga indonesia menjadi aman, tentram dan sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun