Mohon tunggu...
Ahmad Dani
Ahmad Dani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik

Seorang penulis amatir yang menyukai kesunyian dan kesendirian namun gemar bersosialisasi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dari Oligarki ke Keadilan: Relevansi Limitarianisme untuk Masa Depan Indonesia

12 Oktober 2024   01:30 Diperbarui: 12 Oktober 2024   03:33 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Inggrid Robeyns adalah seeorang ekonom dan filsuf yang saat ini tengah menjabat sebagai The Chair in Ethics of Institution di Universitas Utrecht di Belanda. Ia berhasil memperoleh gelar Doctor of Philosophy di Universitas Cambridge yang dibimbing langsung oleh Amartya Sen. Selain mempelajari bidang ekonomi dan filsafat, ia juga mendalami dan berhasil menerbitkan karyanya di bidang feminisme dan ketidaksetaraan yang berhasil membuat dirinya memperoleh Emma Goldman Award dari FLAX Foundation di Wina. Ia juga aktif terlibat di dalam berbagai diskusi di ruang publik atau akademis yang mendorong adanya peningkatan kondisi kerja dan kebaruan di bidang akademis atau sosial. 

Dia aktif dalam menulis dan salah satu bukunya yang berjudul “Limitarianism: The Case Againsy Extreme Wealth” yang terbit untuk pertama kali pada tahun 2024. Ia merasa bahwa di dunia akademik masih banyak terjadi ketimpangan dan ketidaksetaraan, sehingga dirinya berupaya untuk melakukan advokasi untuk menemukan solusi terkait kondisi malpraktik ketenagakerjaan yang ada di lingkungan akademik. Beberapa poin penting didalam bukunya adalah pembatasan terhadap kemakmuran, dirty money, rusaknya demokrasi, hingga ketidakefektifan terhadap penumpukan kekayaan yang semestinya menimbulkan kesejahteraan di berbagai bidang seperti filsafat, ekonomi, politik, dan sosial.

Pada bidang ekonomi, hal ini sering dikaitkan dengan limitarianisme ekonomi yang membahas tentang keadilan distributif dan batasan akumulasi kekayaan. Penerapan dari konsep limitarianisme ekonomi ini bertujuan untuk mengatasi masalah sistem ekonomi ekstrem seperti pada sosialisme atau komunisme dan menekan laju kesenjangan atau eksploitasi—dalam perekonomian kapitalisme. Secara umum, konsep ini akan menganjurkan untuk ditetapkannya batasan banyaknya kekayaan yang dapat dikumpulkan oleh seseorang dan mendorong keadilan sosial.

Mengurangi ketimpangan kekayaan dengan menetapkan batas atas kekayaan, konsep ini berkaitan pada aspek ekonomi yang lebih egaliter dan demokratis. Mempromosikan aspek keberlanjutan yang tentu saja akan mengurangi dampak ekologis terhadap tindakan berlebih dari aktivitas seseorang untuk meningkatkan akumulasi kekayaan, kuasa politik, atau dominasi sosial. Mencegah dan mengatasi masalah oligarki di mana konsep ini akan mengurangi pengaruh dari kelompok tertentu  sehingga distribusi kuasa atau suara dapat diseimbangkan agar menciptakan demokrasi yang lebih baik. Mendorong terciptanya kohesi sosial dimana kesenjangan yang ada mulai bisa teratasi dan berbagai ketegangan yang timbul dalam masyarakat dapat menurun.

Posisi yang diambil oleh Robeyns adalah posisi yang dengan jelas memandang bahwa ketidakadilan dan kesenjangan sosial bukanlah suatu hal yang layak untuk dipertahankan dan ia berpendapat bahwa konsentrasi kekayaan yang luar biasa mempunyai dampak moral yang nyata terhadap masyarakat, termasuk di dalamnya secara implisit berupaya untuk melanggengkan kemiskinan. Robeyns percaya bahwa tidak ada satu orang pun yang layak untuk menjadi jutawan atau miliarder, di mana akumulasi kekayaan sering kali dipengaruhi oleh faktor warisan atau keberuntungan.

Ia sempat mengusulkan penerbitan undang-undang yang membatasi kekayaan seseorang tidak boleh lebih dari $10 lebih dari cukup untuk kebutuhan siapapun. Kelebihan kekayaan yang ada tersebut dapat digunakan untuk memberikan manfaat bagi sebanyak mungkin orang dan keseahteraan masyarakat daripada sekedar ditimbun sehingga ketidakefektifan terjadi. Namun, masalah yang sama juga timbul di dalam penerapan konsep tersebut, sama seperti proses penegakan konsep kolektif dalam sosialisme atau marxisme. Limitarianisme dapat menghadapi penolakan, termasuk di dalamnya ada penolakan secara hukum dan potensi penolakan dari masyarakat yang terkena dampak dari pembatasan kekayaan tersebut—misalnya korporasi atau borjuis.

Beberapa solusi yang ditawarkan oleh konsep ini antara lain:

  • Redistribusi kelebihan kekayaan yang akan dikumpulkan dari orang kaya dapat digunakan untuk memberi manfaat bagi sebanyak mungkin orang dan kesejahteraan masyarakat.
  • Mengatasi masalah warisan dimana Robeyns menganjurkan untuk menetapkan peraturan atau kebijakan terkait waisan agar pemerataan dapat timbul di dalam masyarakat.
  • Pajak yang adil perlu diterapkan karena hal ini dapat menjadi langkah awal redistribusi kekayaan
  • Memastikan bahwa ada jaminan upah minimun yang harus diteraokan oleh berbagai korporasi besar atau kecil sehingga tidak ada ketimpangan yang timbul di antara pekerja dan membuat para pekerja mampu untuk merasakan keadilan dari segi upah dan akses untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Konsep dan solusi yang ditawarkan dalam limitarianisme ini layaknya diterapkan di Indonesia. Indonesia mengalami kesenjangan ekonomi yang cukup signifikan, di mana kekayaan sebagian kecil masyarakat menguasai sebagian besar aset ekonomi. Menurut data dari LSM Oxfam, kekayaan 4 orang terkaya di Indonesia setara dengan gabungan harta 100 juta orang termiskin di negara ini. Dalam konteks ini, gagasan limitarianisme dapat diartikulasikan sebagai upaya untuk mengurangi ketimpangan tersebut melalui pembatasan kekayaan maksimal. Pendekatan ini bertujuan mendorong redistribusi kekayaan melalui kebijakan perpajakan yang lebih progresif atau upaya filantropi yang lebih terstruktur untuk membantu golongan masyarakat bawah.

Secara etis, limitarianisme bisa mendapat tempat dalam kebijakan publik Indonesia dengan menekankan keadilan sosial. Nilai-nilai seperti keadilan distributif yang terkandung dalam Pancasila—terutama sila ke-5 yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia—yang beresonansi dengan gagasan limitarianisme. Dalam dasar negara yang berdasarkan Pancasila, ada pemahaman bahwa negara harus menjaga keseimbangan kekayaan demi tercapainya kesejahteraan bersama. Dalam praktiknya, ini dapat diinterpretasikan sebagai perlunya pemerintah menerapkan kebijakan yang lebih proaktif dalam mengurangi konsentrasi kekayaan pada segelintir orang atau kelompok.

Namun, gagasan limitarianisme akan menghadapi tantangan besar dalam implementasinya di Indonesia. Karena oligarki ekonomi yang kuat memegang peranan besar dalam politik Indonesia. Kekuatan kelompok elite ini dapat menghambat usaha-usaha untuk membatasi kekayaan mereka, baik melalui pengaruh langsung dalam pengambilan kebijakan maupun dalam pengaturan undang-undang. Selain itu ada kecenderungan resistensi terhadap pembatasan kekayaan sebagai bagian dari hak kepemilikan pribadi yang dianggap penting dalam sistem pasar bebas yang saat ini berlaku. Pendekatan limitarianisme dapat dilihat oleh sebagian sebagai ancaman terhadap kebebasan ekonomi individu dan pasar.

Konsep dan solusi yang ditawarkan ini berupaya untuk mengatasi konsentrasi kekayaan yang sangat parah di dalam masyarakat, namun kita tidak boleh menganggap bahwa solusi ini sebagai suatu hal yang absolut karena semua harus dipertimbangkan dengan baik dan diikuti oleh kesepakatan orang banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun