Mohon tunggu...
Ahmad BurhanZulhazmi
Ahmad BurhanZulhazmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi

NIM : 55523110040 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Universitas : Universitas Mercu Buana | Pajak Internasional | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KUIS 01 - Pajak Internasional - Kebijakan Perpajakan Berdasarkan Prinsip Fikih Mualamalah, Tasawuf Maqom Asbab dan Maqom Tajrid

17 September 2024   16:30 Diperbarui: 17 September 2024   16:37 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kebijakan perpajakan di Indonesia dapat diintegrasikan dengan prinsip-prinsip fikih muamalah untuk menciptakan sistem yang adil, transparan, dan bermanfaat bagi masyarakat.  Berikut ini beberapa aspek hubungan antara kebijakan perpajakn dan fikih muamalah:

  • Prinsip Keadilan: Fikih muamalah menekankan pada prinsip keadilan dalam transaksi dan interaksi ekonomi. Kebijakan perpajakan di Indonesia juga berusaha untuk menciptakan keadilan sosial melalui sistem pajak yang progresif, di mana orang yang berpenghasilan lebih tinggi membayar pajak lebih banyak.
  • Kepatuhan dan Kewajiban: Dalam fikih muamalah, ada kewajiban untuk memenuhi hak-hak orang lain dan masyarakat. Pajak merupakan salah satu bentuk kewajiban yang harus dipenuhi oleh warga negara untuk mendukung pembangunan dan pelayanan publik.
  • Penggunaan Dana: Fikih muamalah mengatur penggunaan harta dan dana dengan cara yang baik dan bermanfaat. Kebijakan perpajakan di Indonesia harus memastikan bahwa dana yang diperoleh dari pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
  • Transparansi dan Akuntabilitas: Fikih muamalah mendorong transparansi dalam transaksi. Kebijakan perpajakan juga harus transparan dan akuntabel agar masyarakat dapat memahami bagaimana pajak mereka digunakan.
  • Zakat dan Pajak: Zakat adalah kewajiban dalam Islam yang berfungsi untuk membersihkan harta dan membantu yang membutuhkan. Beberapa kalangan berpendapat bahwa pajak dapat dianggap sebagai pengganti zakat dalam konteks negara modern, meskipun keduanya memiliki tujuan dan mekanisme yang berbeda.

Selanjutnya, hubungan antara kebijakan perpajakan dengan tasawuf, khususnya dalam konteks Maqom Asbab dan Maqom Tajrid, dapat dilihat dari perspektif spiritual dan etika dalam pengelolaan sumber daya. Kebijakan perpajakan yang baik harus mencerminkan keseimbangan antara pemahaman rasional (Maqom Asbab) dan nilai-nilai spiritual (Maqom Tajrid). Hal ini dapat menciptakan sistem perpajakan yang tidak hanya efektif dalam mengumpulkan pendapatan, tetapi juga adil dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

  • Maqom Asbab: Dalam tasawuf, Maqom Asbab merujuk pada tahap di mana individu memahami dan mengakui sebab-sebab yang mengarah pada suatu hasil. Dalam konteks perpajakan, ini berarti bahwa kebijakan perpajakan harus didasarkan pada pemahaman yang jelas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan perpajakan yang baik harus mempertimbangkan keadilan sosial, distribusi kekayaan, dan dampak ekonomi bagi masyarakat. Dengan demikian, pajak dapat dilihat sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan umum dan mengurangi kesenjangan sosial.
  • Maqom Tajrid: Sementara itu, Maqom Tajrid adalah tahap di mana individu melepaskan keterikatan pada hal-hal duniawi dan berfokus pada hubungan spiritual dengan Tuhan. Dalam konteks kebijakan perpajakan, ini dapat diartikan sebagai pendekatan yang lebih altruistik dan etis dalam pengelolaan pajak. Kebijakan perpajakan yang terinspirasi oleh prinsip-prinsip Maqom Tajrid akan lebih menekankan pada tanggung jawab sosial dan moral, di mana pajak tidak hanya dilihat sebagai kewajiban, tetapi juga sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dan Tuhan.

Pemajakan terkait transaksi bisnis digital merupakan isu yang semakin relevan di era digital saat ini. Dalam konteks ini, kita dapat membandingkan dua model ekonomi yang berbeda: Model Fiksal/Ekonomi SBS (Sains Barat Sekuler) dan Model Fiksal/Ekonomi Syariah.    Perbandingan:

  • Kepatuhan Pajak: Dalam model SBS, kepatuhan pajak lebih bersifat individual, sedangkan dalam model Syariah, ada tanggung jawab kolektif untuk mendukung kesejahteraan masyarakat.
  • Transaksi Digital: Model SBS mungkin lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi digital, sedangkan model Syariah perlu memastikan bahwa semua transaksi sesuai dengan prinsip syariah.
  • Dampak Sosial: Model Syariah lebih fokus pada dampak sosial dari pajak dan transaksi, sedangkan model SBS lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi.

Kedua model memiliki pendekatan yang berbeda dalam menangani pemajakan transaksi bisnis digital. Model SBS lebih berorientasi pada efisiensi dan pertumbuhan, sementara model Syariah menekankan pada keadilan dan tanggung jawab sosial. Dalam konteks globalisasi dan digitalisasi, penting untuk menemukan keseimbangan antara kedua model ini agar dapat menciptakan sistem pemajakan yang adil dan berkelanjutan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun