Pilkada Jawa Barat 2018 kian seru setelah satu kandidat mendapatkan kendaraan politik, yaitu Ridwan Kamil. Walikota Bandung ini telah mendapatkan rekomendasi dari Partai Nasdem, PKB, PPP dan Partai Golkar.
Meski telah mendapat tambahan dukungan yakni rekomendasi dari Golkar, tidak berarti pria yang akrab dipanggil Kang Emil ini harus merasa tenang. Pasalnya, keputusan Partai Golkar mengusung RK menuai banyak kecaman. Itu karena Golkar mendepak begitu saja Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi yang juga merupakan kandidat di Pilgub Jabar 2018.Â
Kecaman itu tidak hanya datang dari kader Golkar di tingkat kecamatan, tapi juga dari sejumlah organisasi masyarakat di Jabar. Mereka ramai-ramai mengecam keputusan DPP Golkar dan menganggapnya telah menghianati aspek kaderisasi partai.
Kekecewaan mereka atas keputusan DPP Golkar yang memilih mengung RK cukup dimaklumi. Pasalnya, berdasarkan survei yang dirilis Indo Barometer, Dedi Mulyadi sesunggunya memiliki peluang menang yang meyakinkan. Trend elektabilitasnya terus naik dan menempati posisi kedua dengan raihan 18,9 persen dibawahnya ada Deddy Mizwar 14,2 persen.
Peneliti Indo Barometer Hadi Suprapto mengatakan survei dilaksanakan pada 11-15 Oktober 2017 dengan responden sebanyak 800 orang itu memunculkan temuan baru yakni elektabilitas Dedi Mulyadi menyalip Deddy Mizwar. Menurut Hadi temuan ini mengindikasikan bahwa peluang Dedi Mulyadi untuk menang di Pilkada Jabar cukup besar karena terus mengalami kenaikan. Hal ini Hadi sampaikan dalam acara 'Peta dan Profil Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar 2018' di Hotel Aston Braga, Jalan Braga, Kota Bandung, Jumat (3/11).
Hadi juga menjelaskan untuk sementara hasil survei memang masih menempatkan Ridwan Kamil di posisi teratas. Namun bagi Hadi posisi ini bukan strong supporter, dalam arti masih rentan dan ngeblok di perkotaan. Untuk di wilayah pedesaan, berdasarkan temuan surveinya Ridwan Kamil belum dikenal dan dipandang tidak merakyat.
Bahkan survei IB menemukan bahwa  adanya opini negative dan ketidaksukaan terhadap RK. RK dinilai kurang paham politik 12,5 persen, dan yang tertinggi dipandang sombong dengan persentase 37,5 persen.
Senada dengan temuan Indo Barometer, Jaringan Pemilih Jabar juga menemukan sosok RK tidak sekuat yang diberitakan media massa. Koordinator JPJ Asep Romli mengatakan, lembaganya melakukan diskusi kelompok terfokus atau biasa disebut FGD (focus group discussion) di beberapa wilayah di Jawa Barat, hasilnya ditemukan bahwa RK dipandang tidak cocok memimpin Jawa Barat yang mayoritas rakyatnya tinggal perkampungan dan pedesaan.
FGD itu digelar di wilayah Bogor, Karawang, Bandung, Cirebon dan di Ciamis, hasilnya mengemuka pandangan bahwa RK lebih cocok jadi gubernur di Jakarta atau jadi walikota Bandung lagi. Itu karena kemampuannya dipandang spesifik perkotaan.
Menurut Asep, orang di desa tidak suka RK. Hal ini tak terlepas dari gaya bicara dan bahasanya yang terlalu tinggi, dan tidak mudah dipahami. RK dianggap sombong, sok pinter, sepertinya sopan tapi arogan.
Melihat dua temuan tersebut dapat diprediksi, pilkada Jabar 2018 akan berlangsung seru. Dedi Mulyadi bisa saja diusung partai lain seperti PDI Perjuangan, Partai Demokrat bahkan bukan tidak mungkin akan berkoalisi dengan Gerindra dan PKS. Posisinya yang dizalimi oleh partainya sendiri akan memberi point khusus dan mendapat simpati publik.