[caption id="" align="alignnone" width="476" caption="ironi"][/caption] Belakangan ini, kita seringkali melihat status di media sosial yang berisi klaim sepihak dari akun-akun Undrbone salah satu partai “Islam” yang menonjolkan kesuksesan kader mereka dalam memimpin daerah, namun jika kita mampu cermat melihat realitas tersebut dengan pikiran jernih, maka justru fakta tersebut menunjukkan betapa dangkal pola berfikir mereka dalam menentukan standar keberhasilan seorang pemimpin, dari sinilah nampak jelas wawasan “kenegarawanan” yang selama ini mereka dengung-dengungkan patut dipertanyakan.
Ada beberapa catatan :
- Rata-rata para kepala daerah yang dibilang sukses itu, hanya sukses dalam hal pencitraan fisik atas daerah yang dipimpinnya. Misalnya, tata kota/daerah yang nyaman, penghijauan, kota/daerah yang bersih, kota/daerah yang rapi, indah, dan membuat wisatawan tertarik. Atau, pembangunan mall yang pesat, dan banyak menarik investor.
- Tetapi kota/daerah yang dipimpinnya masih saja terdapat orang miskin, anak yang putus sekolah, kepemilikan umum dimiliki individu, kriminalitas masih terus terjadi, masih terdapat orang sakit yang berat dengan jaminan kesehatan, masih merajalela kezaliman dalam jual beli, dan muamalah lainnya,
- Hal seperti ini menunjukkan bahwa para kepala daerah itu tidak menjadi seorang pemimpin politik yang baik. Padahal, pemimpin politik yang baik itu dia menguasai persoalan-persoalan politik. Apa itu politik? Politik adalah ri’ayah su’unil ummah (mengurusi urusan rakyat). Apa saja yang termasuk urusan rakyat? Yaitu meliputi hukum yang bersifat muamalat (hubungan interaksi 2 orang atau lebih) dan uqubat (sanksi).
- Sementara ‘prestasi’ yang diraih kepala daerah di Indonesia, berkisar pada hal-hal yang bersifat fisik pada kota/daerah yang dipimpinnya, seperti pembangunan ini dan itu, penataan ini dan itu, dan sebagainya. Sementara persoalan rakyat yang sesungguhnya tidak dijadikan prioritas utama. Padahal, katanya mereka (kepala daerah) ini dipilih langsung oleh rakyat.
- Ini berbeda dengan kepala daerah dalam pandangan syariah Islam. Dalam pandangan Islam, kepala daerah termasuk pemimpin politik (hakim). Mereka ini dipilih oleh kepala negara, bukan oleh rakyat. Urusan mereka hanya satu, yaitu menegakkan syariah Islam di daerah tempat dia memimpin. Karena itu, mereka (kepala daerah dalam islam) harus melaksanakan fungsi-fungsi sebagai pemimpin politik (pengurus urusan rakyat) berdasarkan syariah Islam.
- Penataan kota, perapian birokrasi, pemberantasan tempat maksiyat, mengentaskan kemiskinan, memberantas kriminalitas, dan sebagainya; semua diurusi berdasarkan syariah Islam.
- Kepala daerah dalam Islam, bukan semata-mata bekerja menata dan mempercantik kota/daerah tempat mereka memimpin, sehingga ketika mendapatkan pujian, dia (kepala daerah) lah yang dipuji, sementara rakyatnya masih hidup dalam keterbelakangan, perampasan hak rakyat tetap terjadi, tempat maksiyat merajalela, dan sebagainya.
- Hanya saja, dalam praktiknya, akan dikenal kepala daerah yang memiliki kekuasaan umum dan khusus. Kepala daerah yang memiliki kekuasaan umum, mengurusi semua hal di wilayah dimana dia ditunjuk. Sedangkan kepala daerah yang sifat kekuasaannya khusus, hanya mengurusi urusan yang dikhususkan untuknya saja. Ini semua pembahasan dalam ranah teknis pengaturan urusan masyarakat.Inilah perbedaan kepala daerah dalam negara demokrasi dan kepala daerah dalam Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H