Mohon tunggu...
Ahmad Ayadillah
Ahmad Ayadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya sangat menyukai tidur di siang hari.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perselisihan Saudara Sesama Muslim antara NU dan Wahabi-Salafi

5 Juli 2023   08:43 Diperbarui: 5 Juli 2023   14:53 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

     Jauh sebelum agama Islam hadir di Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mempunyai kepercayaan tersendiri yakni di zaman prasejarah. Kepercayaan masyarakat Indonesia pada zaman prasejarah ialah kepercayaan animisme dan dinamisme. Kemudian pada abad ke-4 agama Hindu masuk ke Indonesia melalui perantara pedagang India dan menjadikan Hindu sebagai agama pertama yang masuk ke Indonesia, hal tersebut bisa dibuktikan dari adanya bekas kerajaan Kutai dan Tarumanegara yang bercorak Hindu. Selanjutnya pada abad ke-4 juga masuk agama Budha yang dibawa oleh para pedagang dari China yang menganggap Indonesia adalah lokasi yang cocok untuk berdagang, hal tersebut bisa dibuktikan dengan bukti prasasti dan ruphang Budha di Kedah Sulawesi.

     Agama Islam masuk ke Nusantara khususnya Indonesia masuk dibawah oleh para mubaligh yang berasal dari Arab, oleh para sastrawan yang berasal dari Persia dan juga oleh para pedagang yang yang berasal dari India, Arab dan China. Islam masuk ke Nusantara melalui para pedagang dan pendakwah yang berasal dari Jazirah Arab, dan teori kedatangan Islam ke Nusantara ini dianggap paling kuat. Dan pada sumber lain terdapat bukti bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 berupa karya sastra dari hikayat raja-raja Pasai.

     Indonesia adalah negara yang memiliki banyak pulau, maka tak heran jika di Indonesia terdapat berbagai macam orang dari berbagai latar belakang dan aliran berupa budaya, tradisi dan bahasa dari setiap suku di Indonesia. Oleh karenanya Islam masuk ke Indonesia, memiliki sedikit perbedaan dengan Islam yang ada di Arab, Islam di Indonesia berupa ajaran agama Islam yang dibawa oleh para pendakwah dari Arab dan sekitarnya yang kemudian ditambahkan unsur-unsur khas di setiap daerah yang menerima ajaran Islam berupa tradisi, budaya dan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam tentunya, sehingga melahirkan akulturasi antara ajaran agama Islam dengan tradisi lokal khas Indonesia yang kemudian lahir istilah Islam Nusantara. Seperti di Jawa dalam hal kesenian terdapat akulturasi antara budaya Jawa dan Islam, yakni arsitektur pada masjid agung Demak, dan dalam penyampaian ajaran agama Islam di tanah Jawa oleh para mubaligh yakni Walisongo yang mengkombinasikan ajaran agama Islam dengan dengan tradisi masyarakat setempat yang sesuai dan tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam, contohnya dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga berupa pementasan wayang yang disisipi ajaran agama Islam, sehingga dapat menarik warga sekitar untuk masuk ke agama Islam secara halus.

     Dan di masa sekarang, Islam di Indonesia tak hanya berupa akulturasi antara budaya lokal dan ajaran agama Islam saja, sekarang terdapat beberapa aliran kepercayaan Islam di Indonesia, seperti Sunni, Syi'ah, Wahabi, LDII, Ikhwanul Muslimin, Ahmadiyah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah kala itu, yang mana Rasulullah pernah bersabda bahwa umatnya di masa yang akan datang akan terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu yang selamat yakni golongan yang bersandar kepada Rasulullah dan para sahabatnya atau yang disebut Ahlussunah wal Jama'ah. Dan banyak sekali aliran-aliran yang menganggap atau mengaku bahwa aliran atau golongan merekalah yang merupakan Ahlussunah wal Jama'ah seperti yang dikatakan Rasulullah kala itu.

     Jadi, sudah bukan hal baru apabila terjadi konflik antar aliran maupun antar agama di suatu daerah yang mana masyarakatnya terdiri dari beragam suku, ras, agama dan kekhasan tradisinya. Setiap kelompok pasti akan membela atau mempertahankan apa yang dipercayainya dengan cara mulai dari adu mulut hingga adu fisik sampai luka-luka hingga menimbulkan korban jiwa.

     Di era digital seperti ini, kita dapat mengakses berbagai hal, seperti berita, hiburan, bahkan ceramah agama. Hal ini tentunya sangat memberikan keluwesan atau kesempatan bagi kita umat Islam yang memiliki sedikit waktu untuk datang ke majlis ta'lim baik di masjid ataupun musholla dikarenakan kesibukan masing-masing, sehingga dapat menyempatkan mengaji atau mendengarkan ceramah agama Islam walaupun secara daring. Di antara kelompok yang paling gencar melakukan kajian-kajian keagamaan secara daring ialah kelompok Wahabi, mereka banyak membuat akun-akun media sosial mulai dari YouTube, Facebook, Instagram dan lain-lainnya yang bertujuan untuk menyampaikan ajaran agama Islam sesuai dengan manhaj salaf yang mereka sandarkan. Mereka sering meng-upload video ceramah para ustadz salafi ataupun memposting poster-poster yang berisikan kata-kata untuk berhijrah mengamalkan sunnah ala manhaj salaf dan meninggalkan amaliyah yang mereka anggap bid'ah atau tidak sesuai dengan Al Qur'an dan Sunnah.

     Para pendakwah salaf dalam dakwahnya sering menyinggung kelompok Nahdlatul Ulama, sebab mereka menganggap bahwasannya amaliyah yang dilakukan oleh para warga Nahdliyyin seperti tahlilan, merayakan maulid Nabi Muhammad, ziarah kubur dan sebagainya itu tidak sesuai dengan Al Qur'an dan Sunnah, bahkan mereka sampai mempermasalahkan, membid'ahkan dan yang lebih mirisnya lagi hingga mengkafirkan. Hal itu tentunya menimbulkan kontroversi dan warga Nahdliyyin tidak terima mendengar hal tersebut, pasalnya amaliyah NU itu bukan muncul begitu saja, aku tetapi melalui ijtihad para ulama yang kemudian diamalkan hingga sekarang. Dalam masalah tentang bid'ah, kelompok Wahabi-Salafi tidak menerima adanya bid'ah hasanah, mereka berpendapat bid'ah itu sesuatu yang buruk atau negatif dikarenakan mencampurkan urusan agama yang tidak sesuai dengan Al Qur'an dan Sunnah. Seperti yang pernah terjadi daerah Pamekasan Madura yakni aksi demontrasi yang dilakukan oleh warga Nahdliyyin yang tidak terima dengan isi khutbah Jum'at yang disampaikan oleh salah satu dari pendakwah Wahabi-Salafi di masjid Usman bin Affan yang di antara isi khutbahnya berupa membid'ahkan kegiatan peringatan maulid Nabi Muhammad yang merupakan amaliyah yang rutin dilaksanakan oleh warga Nahdliyyin setiap tahun dan bahkan penceramah tersebut membawa nama pendiri NU (Hadrotus Syeikh KH. Hasyim Asy'ari) dengan mengatakan bahwa pendiri NU sangat menolak kegiatan maulid Nabi Muhammad, hal ini jelas sangat menyinggung warga Nahdliyyin yang mendengar saat itu, pasalnya KH. Hasyim Asy'ari sangat menganjurkan untuk mengamalkan maulid Nabi Muhammad, kecuali apabila didalam kegiatan tersebut terdapat kemaksiatan beliau sangat menolak. Respon warga Nahdliyyin selanjutnya ialah meminta bertemu langsung dengan da'i yang telah membuat gaduh dan fitnah dan juga para warga mengajukan untuk menutup masjid tersebut dan menutup kajian Wahabi-Salafi di sana.

     Berbeda dengan NU yang kerap dianggap sebagai ahlul bid'ah oleh kelompok Wahabi-Salafi, maka gerakan kelompok Wahabi-Salafi di Indonesia seringkali mendapatkan stigma negatif berupa isu radikalisme dan terorisme karena dianggap sebagai cikal bakal kelompok radikal yang sering meneror atau membuat keresahan. Hal ini karena, kelompok Wahabi-Salafi juga terkenal akan ajaran Islam yang puritan dan fundamental, karena mereka berdakwah dengan mengajarkan agama Islam yang murni tanpa ada unsur-unsur tambahan yang tidak sesuai dengan Islam, jadi apabila ada umat Islam yang mereka anggap mengamalkan ajaran agama Islam yang tidak sesuai dengan pemahaman mereka, maka bisa-bisa dianggap kafir. Sehingga apabila seseorang yang sudah dianggap kafir maka darahnya halal untuk dibunuh. Hal inilah yang melatarbelakangi kelompok-kelompok radikal yang mengatasnamakan jihad fi sabilillah dengan teror bom, ujaran kebencian, atau yang lainnya, akan tetapi cara yang mereka gunakan sangat-sangat menyimpang dari ajaran agama Islam yang selalu menekankan kedamaian dalam beragama dan dalam antar umat beragama.

     Jadi jalan keluar yang bisa ditempuh agar masalah konflik antar saudara sesama Islam NU dan Wahabi-Salafi ini supaya tidak makin memanas yakni bisa dengan cara mediasi atau bermusyawarah. Kedua kelompok tersebut bisa saling diskusi, saling bertukar pendapat atau pikiran untuk kebaikan dalam hal berdakwah untuk umat muslim kedepannya, dalam hal ini pemerintah atau MUI juga harus turut ikut menengahi dan menyampaikan solusinya dalam musyawarah tersebut, selanjutnya kedua belah pihak ketika berdakwah tidak lagi menyampaikan tuduhan yang mencemarkan atau menyinggung satu sama lain, seperti NU menganggap Wahabi-Salafi itu selalu menuduh mereka sesat, kafir, atau bid'ah kepada orang atau kelompok yang tidak sesuai dengan pemahaman mereka, ataupun Wahabi-Salafi menuduh kelompok NU melakukan amaliyah ibadah yang tidak sesuai dengan Al Qur'an, Sunnah, atau pendapat para salafus sholih. Intinya dibutuhkan rasa toleransi untuk tidak saling menyinggung dan menerima perbedaan dalam menjalankan dakwah agama Islam. Solusi lain yang bisa diterapkan ialah kita sebagai umat muslim jangan mau sampai termakan hasutan atau sampai diadu domba oleh oknum-oknum tertentu sehingga dapat memecah ukhuwah islamiah, kita harus bersama-sama menunjukkan bahwa agama Islam itu rahmatal lil 'alamin dan selalu mengajarkan kedamaian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun