"Oh, itu rekan kerjaku, temen biasa memang agak akrab"
"Apa dia sudah menikah?"
"Sudah, memangnya kenapa kamu nanyain dia?"Â tertawa tipis
"Maaf, tadi aku melihatmu ciuman dengan dia"
Fakinah terdiam kebingungan
"Maksudmu nanya atau nuduh!!" bentak Fakinah
"Aku hanya ingin kamu jawab jujur saja tak perlu teriak begitu"
Fakinah langsung pergi meninggalkan Pramono pulang ke rumah orang tuanya. Rumah kontrakan mereka hanya berjarak sekitar 10KM ke rumah orang tua Fakinah. Ketika Fakinah sampai di rumah orang tuanya sekira pukul 20.40 di rumah hanya ada anak-anaknya saja. Fakinah menghiraukan sapaan ramah dari kedua buah hatinya dan langsung masuk ke kamar.
Suaminya sangat mencintai Fakinah namun semenjak Fakinah memiliki pria idaman lain di tempatnya bekerja, sikapnya menjadi kasar dan bengis terhadap suaminya. Rumah kontrakan yang ia sewa sudah berkali-kali diganti daun pintu karena semua dibuat rusak oleh tendangan kalut Fakinah. Rahayu dan Takim menjadi saksi bisu pertarungan ayah dan ibunya. Hampir semua perabotan di rumah hancur menjadi sasaran kemarahan Fakinah bahkan untuk minum saja menggunakan gelas plastik bekas akua.
Suatu sore ketika Pramono ingin mengajak pergi buah hatinya ia diajak bicara serius oleh ibu mertua. Pramono disuruh menceraikan Fakinah oleh ibu mertua. Atas dasar Fakinah sudah tidak ingin menjadi istrinya lagi ia sudah tidak mencintainya lagi.Â
Pernikahan mereka hanya bertahan empat tahun. Berselang enam bulan setelah admisitrasi perceraian selesai Fakinah meminta izin kepada ibunya untuk merantau ke Taiwan karena mendapat tawaran kerja yang jauh lebih baik. Sontak saja orang tuanya menolak karena ia sudah memiliki dua orang anak yang masih kecil yang masih butuh perhatian dan kehadiran 'minimal' ibunya. Dengan segala bujuk rayu dan iming-iming akan diberikan harta berlimpah oleh Fakinah akhirnya orang tuanya pun pasrah dan dengan berat hati membiarkan anak perempuannya hidup jauh dari anak-anaknya bahkan ibu dan bapaknya.