Mohon tunggu...
Ahmad Arpan Arpa
Ahmad Arpan Arpa Mohon Tunggu... Freelancer - Filsuf

Alumnus Unindra-Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Writer Enthusias, a ghost writer.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Edelweis di Matanya

12 Februari 2023   21:55 Diperbarui: 12 Februari 2023   22:02 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam ini, ketika dingin menyelimuti lereng
Pada sela kabut kau telusuri
Ilalang saling berbisik di belakang
Langkah terhenti di tengah gelap dan terang
Bisakah kita terbebas dari kenang?

Bintang sudah di atas kepala
Rela belum juga siap menerima
Api unggun yang menyala
Tapi sesaat padam
Kala buliran air mata
Menetes di ruang terdalam

Sepertinya angin terlalu jauh membawaku kemari
Atau arus sungai terlalu terjal untuk ku seberangi
Dedaunan menguning
Bunga berguguran
Serbuk tak lekas ditabur

Baca juga: Sajak Anak Nakal

Mendekatlah, kenaliku perlahan
Ketika bahasa tak sampai
Seharusnya kau lebih paham
Tiliklah kelam pupil mataku
Tiada kebohongan jika menyangkutmu

aku adalah Edelweis
Tumbuh mekar di hatimu yang kering

Yang kau cari selama ini
Tak dapat dijumpai di tempat lain
Akan mati jika dipetik
Biarkan tetap di sini
Hidup dengan caranya sendiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun