Agung Podomoro Group mungkin tak pernah ada tanpa sosok bernama Trihatma Kusuma Haliman. Dulu nama Trihatma Kusuma Haliman dikenal dengan julukan “Raja Apartemen”. Tapi kini grup usaha properti ini tidak hanya memimpin dalam usaha apartemen tapi sudah merajai pengembangan pusat belanja di hampir setiap sudut kota Jakarta dan sekitarnya.
Kasarnya, Agung Podomoro Group bisa membangun di manapun asal dia mau. Tapi Trihatma Haliman membantah tudingan kalau pihaknya membangun secara semberono. “We know every inch of land in Jakarta. It is not true if you say we are careless, lack of judgment. We build to meet existing demand.” ujarnya.
Tapi dengan berjalannya waktu, nama Trihatma Kusuma Haliman tidak lagi seharum dulu, era ketika dia diberi berbagai gelar dan julukan, di antaranya masuk urutan ke-48 orang terkaya di Indonesia tahun 2013 atau sebelumnya pernah dijuluki tokoh bisnis paling berpengaruh versi Majalah Warta Ekonomi tahun 2005.
Nama Trihatma Kusuma Haliman sekarang sedang dalam bidikan aparat penegak hukum atas berbagai kasus penyerobotan tanah dan dugaan penipuan terhadap konsumennya. Kasus teranyar sebagaimana diberitakan media massa, Trihatma Haliman sedang diperiksa Mabes Polri sehubungan dengan kasus penyerobotan tanah dan dugaan penipuan terhadap ribuan pembeli apartemen Mediteranian Garden Residence Tanjung Duren, Jakarta Barat. Meski baru berstatus saksi, namun tidak mustahil sang taipan akan menjadi calon penghuni jeruji besi.
Diberitakan, Trihatma dinilai paling bertanggung jawab terhadap kasus penyerobotan tanah sekitar 2,9 hektar senilai Rp180 miliar di Jalan Tanjung Duren Kav 5, Jakarta Barat. Di atas tanah tersebut saat ini berdiri megah bangunan apartemen bernama Mediteranian Garden Residences Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Sebagaimana dilansir Harian Umum Pelita (15/6/2015), pihak ahli waris yang diserobot tanahnya, yang sudah belasan tahun berjuang untuk mendapatkan tanahnya kembali, mencoba untuk menempuh jalur musyawarah, namun pihak Agung Podomoro Group di mana Trihatma sebagai bosnya, tidak melayaninya.
Trihatma berdalih, tanah tersebut didapat dari pembelian lewat lelang secara resmi dan bersertifikat. Padahal tanah tersebut ketika itu masih dalam sengketa dan tengah diproses lewat pengadilan dan seharusnya semua kegiatan di atas tanah harus dihentikan, menunggu sampai masalahnya selesai.
Dalam proses pemeriksaan di Mabes Polri, Trihatma sudah diminta untuk menghentikan aktivitas di atas tanah tersebut. Permintaan ini dilakukan secara resmi dengan suarat pemberitahuan tertanggal 04 April 2003 yang ditandatangani Direktur II Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Suyitno yang berisi untuk tidak melakukan aktivitas di lokasi yang sedang diperkarakan dan surat tertanggal 17 Juli 2003 yang ditandatangani Dir II Ekonomi dan Khusus Brigjen Pol Samuel Ismoko yang berisi untuk segera menghentikan segala kegiatan pembangnuan proyek di atas tanah yang disengketakan.
Menurut Andreas, SH, kuasa hukum ahli waris pemilik tanah, lahan 2,9 hektar di Jalan Tanjung Duren Kav 5, Jakarta Barat itu adalah bagian dari 12 hektar verpoding Indonesia yang dimiliki ahli waris Munawar bin Salbini, terbagi dalam lima sertifikat.