Kasus Stadion BMW kian kusut. Berita terakhir, Pemprov DKI Jakarta belum bisa memastikan kapan pembangunan stadion kebanggaan Jakarta di Tanjung Priok itu akan dilanjutkan karena masih tersangkut masalah gugat-menggugat di pengadilan.
Kok bisa begitu? Â Bukankah pihak pertama dalam hal ini para developer (PT Agung Podomoro dkk), menjamin bahwa tanah yang diserahkan tidak dalam sengketa, bebas dari segala tuntutan/gugatan, demikian juga tidak pernah diperjualbelikan/dialihkan kepada pihak lain, dan bebas dari sitaan?
Bukankah bila ada tuntutan, gugatan, dan sengketa dengan pihak ketiga, baik sekarang maupun di kemudian hari, maka hal tersebut sepenuhnya menjadi beban dan tanggung jawab pihak pertama, dalam hal ini PT Agung Podomoro. Singkat kata Pemprov DKI mestinya hanya tahu terima bersih.
Kondisi ini bertentangan dengan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 223 Tahun 2001 tentang Penetapan Perhitungan Sisa Kewajiban Proporsional Pada Investor-Developer di wilayah kerja badan pengawas pembangunan lingkungan Sunter, Jakarta Utara.Â
Menurut dokumen di atas, pihak pertama dalam hal ini para developer (PT Agung Podomoro dkk), menjamin bahwa tanah yang diserahkan tidak dalam sengketa, bebas dari segala tuntutan/gugatan, demikian juga tidak pernah diperjualbelikan/dialihkan kepada pihak lain, dan bebas dari sitaan.
Tapi kenapa sekarang Pemprov DKI Jakarta justru yang harus menanggung beban pembebasan lahan yang seharusnya sudah menjadi tanggung jawab PT Agung Podomoro? Ada apa di balik semua kekisruhan ini?
Dalam dokumen Berita Acara Serah Terima  (BAST) tanah yang beredar di kalangan wartawan, tercatat bahwa pada tanggal 8 Juni 2007 terjadi penyerahan aset tanah seluas 26,5 hektar senilai Rp 737,39 miliar dari sejumlah perusahaan ke pemerintah provinsi DKI Jakarta. Dalam dokumen itu disebutkan, penyerahan tanah dimaksud merupakan kewajiban proporsional dari tujuh investor-developer (pengembang) di wilayah Kotamadya Jakarta Utara.Â
Bermasalah
Pencanangan pembangunan Stadion BMW (Bersih, Manusiawi, Wibawa) sebenarnya sudah ditentang dari awal karena persoalan lahan. Adalah Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto yang mensinyalir, lahan yang digunakan untuk pembangunan stadion internasional tersebut hingga kini tidak jelas kepemilikannya.
Menurut Prijanto, lahan di Taman BMW seluas 26,5 hektar, bukan merupakan tanah yang diserahkan pengembang PT Agung Podomoro kepada Pemprov DKI Jakarta sebagai kewajiban fasos dan fasum. Sebab luas lahan yang seharusnya diserahkan Agung Podomoro kepada Pemprov DKI seluas 26,5 hektar sesuai BAST yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta saat itu, Sutiyoso, pada 8 Juni 2007, faktanya tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.