Dalam Surat Pelepasan Hak (SPH) yang dilampirkan dalam BAST, pihak pengembang justru mencantumkan luas lahan yang dilepas hanya seluas 12 hektar atau terdapat selisih 14 hektar dari luas lahan yang seharusnya diserahkan Agung Podomoro. "Itu pembohongan publik," ujar Prijanto.
Potensi kerugian negara akibat pembohongan lahan BMW yang sudah masuk aset Pemprov DKI itu ditaksir mencapai Rp737 miliar. Ironisnya, sambung Prijanto, lima bidang tanah yang diserahkan pengembang PT Agung Podomoro sebagai kewajiban fasos dan fasum kepada Pemprov DKI itu bukan berada di lahan yang seharusnya dibangun. Menurut Prijanto, dari lima bidang tanah berdasarkan BAST dan SPH, kelimanya juga tidak beres. "Lima bidang tanah itu diklaim dibeli oleh pengembang dari orang berbeda, namun kenyataannya, lima-limanya tidak jelas," ujar Prijanto.
Ia merinci, bidang tanah pertama dari orang yang bernama Kesuma, seluas 33.131 meter persegi di Kelurahan Sunteragung, namun anak Kesuma membantah tanda tangan bapaknya dan bahkan mengaku tidak memiliki tanah tesebut.
Bidang tanah kedua adalah tanah dari Annie Sumanti seluas 6.277 meter persegi di Sunteragung. Namun Anie adalah tokoh fiktif karena nomor KTP Annie Susanti adalah KTP palsu dan tidak tercatat di Dinas Kependudukan DKI Jakarta.
Bidang tanah ketiga adalah dari Dady Hamid, dengan luas 10.916 meter persegi, di Kelurahan Sunteragung. Di hadapan notaris, Dady pun menyanggah punya tanah dan menjual tanahnya.
Lalu bidang tanah ke empat juga dari Dady Hamid seluas 11.290 di Kelurahan Papanggo, lagi-lagi Dady Hamid membantah punya tanah dan menjual tanahnya. "Yang paling parah itu bidang tanah ke lima, dinyatakan dijual dari Dr Soeyono seluas 60.614 hektar. Tidak ada lokasi persisnya, cuma ada tulisan di Rt 10 Rw 08 di Kelurahan Papanggo, kenyataannya, lokasi tidak ada. Istri Soeyono juga membantah memiliki tanah dan menjual tanah," tuturnya.
Dengan demikian, kata Prijanto, semua SPH adalah fiktif. "Sudah SPHnya fiktif, Jumlah luas tanah juga berbeda (SPH hanya 122.288 meter dan BAST 265.395 meter), letak tanahnya bukan di taman BMW, jadi aset Pemprov DKI di Taman BMW adalah aset fiktif," tegas Prijanto.
Menurut Prijanto, orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus Stadion BMW adalah mantan Gubernur DKI yang sekaligus bekas koleganya, Fauzi Bowo alias Foke dan Sutiyoso alias Bang Yos serta Triahatma K Haliman, Direktur Utama sekaligus pemilik PT Agung Podomoro Land.
"Berita acara serah terima lahan ditandatangani pada 8 Juni 2007, pada 7 Oktober 2007 ada pergantian Gubernur dan Wagub, berarti pelaksana berita acara serah terima itu adalah gubernur yang baru pada saat itu," ujar Prijanto. Menurut Prijanto, Foke dan Sutiyoso dianggap harus bertanggung jawab karena keduanya ikut menandatangani sejumlah dokumen tanah BMW yang bermasalah itu pada rentang waktu 2007-2008.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H