Namanya Agustina Ramadani. Dia adalah fosil ceriwis yang tersisa dari masa ketika aku masih memakai pakaian putih abu-abu. Hari ini dia berulang tahun, 16 Agustus, jadi aku mesti menulis sesuatu tentang dia di hari baiknya. Tak bisa tidak.Â
Sejak tiga tahun lalu aku selalu mencatatkan kesan atas dirinya di hari ini. Biasanya aku menulis di blog Gurusiana, tapi kali ini di sini saja, di Kompasiana. Alasannya sederhana saja, blog para guru penulis itu tak bisa dibagikan entah kenapa. Lalu buat apa aku menulis sesuatu yang tidak bisa kubagi? Percayalah, aku sudah mencoba dan terus mencoba, tetap saja tak berhasil. Akhirnya aku moving ke mari, itupun nampaknya aku belum paham bagaimana cara mengaplot foto ke tulisan ini.
Kembali ke laptop, eh ke awal tulisan, asal mula semuanya ialah ketika Agustina menyumbang sebatang bibit durian varian bangka di kebun pustaka yang sedang kukelola. Tanaman abadi itu dibumikan tepat di hari lahirnya di tahun 2021, saat-saat covid 19 ketika itu. Sejak itu aku mewajibkan diriku menulis semacam laporan progres kepadanya.Â
Sang durian bangka kini tumbuh subur, dan meskipun dia tidak sebangka yang ada namun dia terus saja bertumbuh. Saat ditanam tingginya baru sepinggangku, setahun kemudian dia sudah menjajariku dan siang tadi kucek tingginya sudah di atasku. Tak berapa lama lagi insya Allah dia akan betul-betul bangka: bertuah, berbuah dan enak dimakan.
Akan halnya Agustina tetap saja begitu, diam-diam dia menyimpan misteri diri dan hidupnya. Dulu begitu dan sekarang pun demikian.
Bayangkan saja, tiga dekade yang lalu sebagai gadis remaja yang periang dia masuk STM! Hingga kini tetap saja aneh bagiku kenapa dia mesti melakukannya, padahal ada banyak sekali SLTA di Pekanbaru untuk dimasukinya. Tak pernah sekalipun dia membeberkan alasan dan pertimbangan "mulia"-nya. Dia tak harus melakukannya, dia gadis tulen, bukan tomboi dan tidak pula jelek.
Kami berkawan baik, bahkan karib, bersama kenkawan lainnya, terutama ADM Team, tapi tetap saja hal demikian tak kami tau. Hal itu tertinggal menjadi misteri tentangnya. Dan karena perangainya ceria dan naif maka hal-hal demikian cenderung terlupakan seiring berjalannya waktu.
Oya, kalian takkan menemukan dirinya di platform Facebook. Dia sudah menyebut hal demikian secara jelas, meski aku lagi-lagi tak paham apa alasan dan pertimbangan "mulia" hal itu. Dia hanya hadir di WhatsApp grup angkatan kami, itupun tanpa foto profil dirinya, kecuali sosok seseorang yang menutup wajahnya .
Anehnya, dan ini baru kutau, ternyata Agustina cukup jago mengotak-atik digital dan aneka setingan video-video singkat. Kalau kalian ada memantau postingan-postinganku di Fb berupa video ringkas (reel), maka itu sebenarnya adalah karya Agustina. Terkadang aku request juga hal-hal lain darinya ketika aku memerlukan tambahan ilustrasi tentang sesuatu yang kugarap. Biasanya Agustina akan selalu sigap membantu, tentu dengan terlebih dahulu melepaskan repetan demi repetan.
Agustina juga dapat kami andalkan sebagai perwakilan angkatan kami ketika bergabung dengan perkumpulan alumni Sekotmen itu dalam acara-acara yang lebih besar. Sekotmen adalah akronim lain dari STM, khususnya STMN 1 Pekanbaru yang kini berubah nama menjadi SMKN 2 Pekanbaru. Sebagaimana dulu kami malas-malasan, maka kini pun sebagai lelaki paruh baya kami tetap saja ogah terlibat terlalu aktif dalam kegiatan paguyuban. Agustina yang selalu hadir di situ, lalu dia akan mewajibkan dirinya memberi semacam laporan progres kepada kami.
Sebagai wanita (yang jumlahnya pasti terbatas) dia akan langsung menonjol. Semua orang kenal dirinya, meski tak setiap mereka Agustina akan berbalik mengenal. Bagaimana pun dia telah menjadi semacam artis Jalan Pattimura 14, alamat sekolah kami itu.