Nelayan Jakarta berhadapan dengan kekuatan pemodal yang melakukan ekspansi properti lewat reklamasi. Janji-janji disebarkan, mulai dari lingkungan yang lestari hingga kesejahteraan nelayan. Benarkah? Ataukah itu sekedar rayuan pulau palsu?
Nah begitulah sinopsis dari film dokumenter dari Watch Doc yang berjudul, “Rayuan Pulau Palsu”. Seperti yang diketahui Watch Doc terus mengkritisi isu sosial dalam masyarakat melalui karyanya berupa film dokumenter. Terbaru tentunya menyangkut soal kebijakan pemerintah DKI Jakarta yang gencar melakukan reklamasi di teluk Jakarta.
Selain bertujuan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa ada yang ketidakberesan dalam proyek reklamasi, yang mendapat restu dari pemerintah, kalau kalian tonton film yang berudari 60 menit ini juga membeberkan rancangan hunian ala Pluit City yang diiklankan di YouTube. Lalu, cuplikan para nelayan yang berdemo di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Ada pula kasus tolak reklamasi yang dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Diproduksi selama 2,5 bulan atau sejak salah satu pulau reklamasi mulai digugat oleh Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, film ini merekam persoalan reklamasi Teluk Jakarta. Dimulai dari suasana pelelangan ikan di Muara Angke, pasar olahan ikan, hingga kehidupan nelayan sebelum dan sesudah dibangun reklamasi.
Klimaksnya saat Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi dan bos Agung Podomoro Land sebagai tersangka dugaan suap peraturan reklamasi. Judul film yang di nahkodai oleh Rudi Purwo Saputro ini sebenarnya adalah plesetan dari Rayuan Pulau Kelapa. Kata 'rayuan' juga berhubungan dengan kasus dugaan korupsi Sanusi.
Ya memang dari awal proyek tersebut telah menumbuhkan banyak masalah. Bahkan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai proyek reklamasi di Teluk Jakarta sebagai proyek yang koruptif. proyek reklamasi yang koruptif dapat dinilai dari dua hal. Selain adanya kasus operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketua Komisi D DPRD DKI M Sanusi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), KNTI juga melihat dasar hukum yang menjadi rujukan proyek tersebut.
Seperti yang kita tahu, Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantura Jakarta yang diterbitkan pemerintahan Soeharto dinilai hanya menguntungkan para pengembang. Sementara, Ahok yang kini merujuk Kepres tersebut dinilai telah melanggengkan produk hukum yang dibuat rezim Orde Baru tersebut.
Watch Doc sendiri dengan Rayuan Pulau Palsu nya ingin menyebarluaskan pemahaman bahwa reklamasi bukan cuma masalah Jakarta, tetapi Indonesia. Sebab, ada banyak reklamasi yang sedang dikerjakan dan direncanakan di Indonesia. Selebihnya film ini nantinya akan di ditayangkan dengan sistem nonton bareng di kampung, kampus dan tempat-tempat pembuatan film. Yang penasaran dengan film ini bisa langsung kontak tim Watch Doc untuk menggelar nonton bareng.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H