Mohon tunggu...
Ahmad Amiruddin
Ahmad Amiruddin Mohon Tunggu... Insinyur - Aku Menulis Maka Aku Ada

Engineer, Penggemar Bola, Penggemar Jalan-jalan.| | Blog Pribadi : http://taroada.wordpress.com ||Semua tulisan adalah opini pribadi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ahmad Fuadi, Berbagi dan Bonus

30 Oktober 2011   08:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:17 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahmad Fuadi (Foto : Imansyah Rukka)

Tampil dengan balutan kemeja putih berlengan panjang dan celana jeans biru, Ahmad Fuadi hadir berbagi pengalamannya dalam proses menciptakan karya fenomenal di Telkomsel Kompasiana Blogshop 28 Oktober 2011. Novel Negeri 5 Menara (N5M) gubahan Ahmad Fuadi mengetengahkan kisah romantisme khas anak pondokan, yang menurut pengakuan Fuadi telah dicetak 200 ribu kopi dalam 2 tahun, sebuah rekor bagi Penerbit Kompas Gramedia. N5M diangkat dari kisah nyata sang penulis dari negerinya yang jauh di tepi Danau Maninjau hingga kemudian merantau ke Gontor. Di Gontor Fuadi mendapatkan banyak pelajaran hidup, dan mantra pertama yang diajarkan ustadnya “manjadda wa jada”, siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses, menjadi pengikat dari buku yang ditulisnya. Menurut Bang Fuadi, dia cukup beruntung karena sebelumnya tak ada yang membuat novel tentang cerita kehidupan pesantren padahal pesantren di Indonesia ada puluhan ribu. “buku saya tak laku di Gontor” kata Bang Fuadi, karena bagi orang Gontor hal itu biasa saja. Alif, tokoh utama dalam cerita N5M bisa diganti dengan nama siapa saja santri Gontor, karena begitulah memang kehidupan disana.


[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Ahmad Fuadi (Foto : Imansyah Rukka)"][/caption]

Kisah Nyata

Meski diangkat dari kisah nyata dan sebagian besar peristiwa yang diangkatnya dalam novel adalah pengalaman pribadinya namun novel N5M bukanlah biografi seorang Ahmad Fuadi. Dengan menjadikan tokoh rekaan Alif, maka Fuadi memberi jarak antara dirinya dengan sang tokoh. Dia sempat mengalami keraguan saat menciptakan novel ini, sampai dibatas mana akan membuka kisah hidupnya, tapi kemudian dia beranggapan toh ini bukan biografinya.

Fuadi lahir Tahun 1972 di tepi Danau Maninjau Sumatera Barat. Pada usia 15 tahun, setamat SMP, dia dipaksa oleh ibunya untuk sekolah agama dan dikirimlah dia untuk bersekolah di Pondok Modern Darussalam Gontor. Setamat dari Gontor Fuadi melanjutkan kuliah pada jurusan Hubungan Internasional Universitas Pajajaran. Setelah Sarjana Fuadi menjadi wartawan TEMPO, tetapi kemudian dia mendapat beasiswa ke Amerika, sekaligus menjadi reporter Voice of Amerika. Bang Fuadi adalah penerima 8 macam beasiswa dan telah mengunjungi 30 negara.

Titik Balik

Awalnya Fuadi tak berniat membuat buku, akan tetapi suatu saat ditahun 2007 dia merasa telah mencapai segala mimpinya, dia teringat akan pesan gurunya di Pesantren bahwa “sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”. Karena itu dia ingin berbagi kisah-kisah hidupnya yang bisa jadi inspirasi bagi orang lain. Maka dia mulai mengumpulkan bahan-bahan tulisan. Fuadi membaca kembali semua surat-surat ibunya yang dikirim kepadanya saat di pesantren, meminta dikirimi foto-foto selama nyantri dari teman-temannya, membaca buku-buku yang berhubungan dengan asrama dan persahabatan seperti Laskar Pelangi, The Kite Runner, Harry Potter dan melakukan riset untuk memperkuat ceritanya. Setelah menguatkan tekadnya untuk membuat novel dan mencari bahan, Fuadi kemudian membuat mind mapping mengenai proyek bukunya, berisi alur, tokoh, setting dan plot.

Dia tak menulis langsung keseluruhan bukunya, tapi membuat gambaran besarnya yang kira-kira nanti menjadi bagian dari daftar isi, kemudian setiap gambaran besar cerita itu dipecah-pecah dalam kalimat-kalimat pendek yang menggambarkan peristiwa yang akan diceritakannya. Baru setelah itu kalimat-kalimat pendek tersebut disambung menjadi satu paragraf dan kemudian menjadi rangkaian cerita utuh. Bang Fuadi menyediakan waktunya setengah jam setiap selesai shalat subuh untuk menulis ceritanya minimal satu halaman, dengan cara seperti itu katanya bukunya selesai dalam waktu satu setengah tahun. Itu dilakukannya untuk Negeri Lima Menara juga untuk novel kedua Ranah Tiga Warna.

Dukungan Istri

Istri Bang Fuadi, Mbak Yayi, adalah wartawan Tempo juga. Dialah yang menjadi editor dari buku-buku Bang Fuadi, bisa dikatakan dialah yang membaca, mencoret dan memperbaiki tulisan Ahmad Fuadi.

Dalam Novel Ranah 3 Warna Bang Fuadi menuliskan.

“Kalaulah kulit novel ini boleh ada 2 nama pengarang, tanpa ragu akan saya tuliskan nama istri saya. Danya “Yayi” Dewanti sebagai penulis kedua. Karena Yayi-lah yang banyak memberi masukan mulai dari plot, diksi sampai remeh-temeh tata bahasa. Dia bermain di berbagai lini, mulai sebagai suporter, editor sampai penasehat ahli”.

Laku dan Difilmkan itu Hanya Bonus

Bang Fuadi tak pernah berpikir bahwa bukunya akan laku keras dan dibaca banyak orang. Prinsip awal ketika dia menulis buku adalah asal ada yang baca. Ketika ada 2 orang yang membacanya, itu sudah bonus, dan ketika ada 1000 orang itu lebih bonus lagi apalagi sampai 200 ribu orang.

Nah kemudian, ketika dia mendapatkan tawaran dari produser million production untuk mengangkat novel tersebut ke layar lebar itu menjadi bonus juga. Bang Fuadi berpandangan bahwa niat awalnya adalah berbagi, maka dengan difilmkannya novel N5M maka akan semakin banyak orang yang bisa terinspirasi.


[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Salah satu (bocoran) adegan film Negeri 5 Menara (Foto : Imansyah Rukka)"]

Salah satu (bocoran) adegan film Negeri 5 Menara (Foto : Imansyah Rukka)
Salah satu (bocoran) adegan film Negeri 5 Menara (Foto : Imansyah Rukka)
[/caption]

Bang Fuadi berpandangan bahwa buku itu tidak cukup hanya menginspirasi tapi harus berwujud dalam tindakan. Karena itu, setelah sukses dengan novelnya Ahmad Fuadi dan istrinya membentuk Komunitas 5 Menara. Beberapa persen hasil penjualan bukunya disumbangkan untuk pembangunan sekolah yang dikelola komunitas ini.Saat ini telah ada sekolah yang dibangun di Sumatera Barat dan di Bintaro, karena itu ketika ada yang meminta buku secara gratis kemarin Bang Fuadi berkata “ beli bukunya, buat sumbangan ke Komunitas 5 Menara” .

Pesan dari Bang fuadi yang masih terngiang.

“Menulislah dengan hati karena apa yang ditulis dengan hati akan sampai dihati”

Salam

Ahmad Amiruddin

- Yang msh menyesal tak bawa buku N5M dan R3W utk tandatangan pengarangnya

Tulisan Sebelumnya || Tulisan Lain || Blog Pribadi


[caption id="" align="aligncenter" width="432" caption="Saya, Bang Imansyah, Bang Fuadi (Foto : Imansyah Rukka)"]

Saya, Bang Imansyah, Bang Fuadi (Foto : Imansyah Rukka)
Saya, Bang Imansyah, Bang Fuadi (Foto : Imansyah Rukka)
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun