[caption id="attachment_351350" align="aligncenter" width="318" caption="nasional.kompas.com"][/caption]
Betapa sulitnya di negeri ini mencari pemimpin yang memenuhi kriteria ideal. Mulai dari kehidupan pribadi sampai dengan pemberitaannya sebagai public figur selalu mudah diekspos tanpa mengalami sensor yang berarti. Beberapa permasalahan yang dimiliki oleh kedua capres berdasarkan Keputsan MK habis-habisan ditelanjangi di mass media terlebih sosial media yang telah dipayungi oleh Undang-Undang ITE namun masih melempem dalam hal penindakan.
Lihat saja bagaimana akun Trio macan 2000 disatu sisi melawan akun-akun dari Jasmev yang dengan gigighnya menelanjangi pribadi seseorang. Kemenkominfo dalam hal ini tidak bisa berbuat banyak atas serangan akun-akun anonim yang membully pasangan tertentu. Begitulah kondisi di tanah air yang merupakan salah satu pengguna internet terbesar di dunia, namun belum mendapat perlindungan maksimal bagi penggunanya sendiri.
Patut menjadi renungan kita bersama adalah ketika hati nurani sudah dikangkangi dengan kepentingan-kepentingan tertentu yang membabi buta tanpa ada reserve nantinya akan menjadikan bangsa ini akan sibuk hanya menyelesaikan permasalahan yang sama sementara dilain pihak bangsa lain telah jauh melangkah kedepan dengan penemuan-penemuan barunya meninggalkan bangsa ini yang terus ditelikung dan di adu domba oleh bangsa lain yang tidak menginginkan Indonesia ini menjadi negara besar akan tetapi justru dibenturkan pihak asing untuk mengeruk keuntungan dengan SDA yang melimpah ruah mulai dari Sabang sampai Marauke.
Inilah kelemahan kepemimpinan ditengah bangsa Indonesia yang penduduknya berjumlah 246,9 juta (tahun 2012) namun krisis dalam mencari tokoh panutan. Sudah saatnya pendidikan pengkaderan yang dimiliki bangsa ini baik di pemerintahan maupun di kelompok organisasi social kemasyarakatan maupun partai politik untuk lebih menekankan menciptakan kader yang mumpuni dan selektif dalam mencetak regenerasi selanjutnya.
Janganlah bangsa ini harus tergadai dengan pendidikan ala barat an sich yang bertolak belakang dengan budaya dan jatidiri bangsa yang sudah teruji dan terbukti keberpihakannya kepada rakyatnya dengan mengorbankan keringat, darah, air mata dan nyawa.
Sudah waktunya kita mencetak kader yang bermartabat. Bukan kader yang diciptkan secara instant dimana harus belajar dan belajar lagi ketika menjadi seorang pemimpin. Harus belajar merangkak lagi ketika perkembangan Negara di dunia telah jauh mendahului Negara-negara berkembang lainnya.
Saatnya kita akhiri perebutan kursi kekuasaan. Karena siapa yang calonnya menang haruslah banyak beristigfar karena siapa tahu pilihannya tersebut ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan malah jauh melenceng dari apa yang dicita-citakan. Dan sebaliknya bagi yang kalah sudah sepantasnya mengucapkan Alhamdulillah karena terhindar dari perbuatan salah seandainya calon tersebut ternyata ingkar janji dengan kampanyenya.
Bagaimanapun keduanya tidak luput dari permasalahan, namun yang jelas diantara yang bermasalah sudah pasti yang sedikit bermasalah selayaknya naik menjadi pemimpin yang tidak ideal. Tapi siapapun pemimpinnya semua sudah ada di Lauhul Mahfudz, Allah tidak tidur. Allah memenangkan salah satu calon dengan tujuan bahwa inilah yang akan terjadi jika presiden dan wapres ini terpilih dan kita hanya mengambil hikmah dari ‘keputusan’ Allah tersebut tanpa bisa complain terhadap Yang Maha Mengatur segalanya.
Wallaahua’lam.