Berbagai macam kejadian mewarnai kiprah Indonesia di Tahun 2014 ini. Mulai dari Pileg, Pilpres sampai dengan ISIS sibuk diperbincangkan diberbagai belahan di tanah air. Mulai dari Presiden sampai dengan Kepala Kampung ikut mengkampanyekan anti terhadap ISIS.
Begitu masifnya pemberitaan tentang ISIS sehingga sedikit tidak dapat melupakan kita terhadap pemusnahan masal yang dilakukan tentara Israel di Gaza dan juga dapat meredam hiruk pikuknya perpolitikan di tanah air. Mulai dari isu tidak profesionalnya KPU sampai dengan isu nepotisme dari Hakim pada Mahkamah Konstitusi yang menangani perkara Pilpres Tahun 2014.
Dari berbagai macam hiruk pikuk tersebut yang sering sekali menjadi saasasran tembak adalah umat Islam yang notabene merupakan penduduk mayoritas di NKRI ini. Mengapa demikian? Hal ini dapat dilihat dari pemberitaan tentang ormas-ormas Islam, Partai Politik berbasis Islam yang mebela salah satu pasangan Capres dicaci maki karena sering memberikan statemen yang berbau SARA. Seperti diketahui istilah SARA sering sekali digunakan hanya untuk memojokkan Umat Islam di tanah air. Istilah SARA tersebut sekarang malah ditambah dengan huruf P sehingga berbunyi SARAP (Suku Agama Ras Antar Golongan dan Politik). Seakan-akan umat Islam tidak berhak untuk mengatur hidup berpolitik di Indonesia, seakan-akan umat mayoritas tersebut tidak pernah memberikan kontribusi ketika kemerdekaan diraih dengan susah payah. Semua peranan Islam seolah-olah sirna dengan hanya menyebarkan isu SARAP terhadap Umat Islam.
Tuduhan teroris sering selalu dituduhkan terhadap sekelompok Islam yang ingin menegakkan Islam ditanah air dengan cara-cara dan paham berbeda. Bukannya menuduh sekelompok orang bahkan dikaitkan dengan kelompok Islam lainnya. Bahkan sesama pemeluk Islampun kadang juga terjebak saling memberikan tuduhan. Akan bagaimana dengan teroris dari di Maluku yang dilakukan oleh RMS dan penculikan serta penembakan di Papua? Tidak ada statemen aparat yang mengatakan teroris, apakah karena pelakunya bukan dari kalangan Islam? Baru-baru ini bahwa beberapa preman telah membuat graffiti ISIS di Solo untuk memojokkan umat Islam disana. Ketika umat Islam ingin menghapus graffiti tersebut kedahuluan oleh aparat yang bertindak sigap menghapus tulisan tersebut. Yang lebih sayangnya lagi preman yang tidak bertanggung jawab tersebut belum bisa ditangkap oleh aparat sampai sekarang. Betapa lemahnya intelejen di Negara kita yang konon katanya telah kemasukan intelejen asing sejumlah belasan ribu orang yang berpura-pura jadi pelancong.
Marilah kita sadari bahwa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam sedang berusaha diadu domba sehingga saling curiga mencurigai satu sama lainnya. Kelompok Islam disini telah menuduh Islam sebelah adalah biangnya. Kelompok ini mengklaim sebagai yang paling Ahlussunah dan seterusnya dan seterusnya. Kelompok ini mengatakan yang lain thagut bahkan ada pula yang berpaham tafkir. Belum lagi pernyataan dari kalangan syiah dan yang mengatakan PKS, MUI, JAT sebagai kelompok yang mendukung ISIS. Sebuah tuduhan yang sangat berani dilontarkan oleh tokoh syiah yang merupakan minoritas di negeri ini.
Jika semua ini akan terus berlangsung maka jangan heran jika Indonesia nantinya akan mudah digoreng oleh para sponsor yang ingin melihat perpecahan di Negara ini. Saat itulah Indonesia berada diujung tanduk dan hanya tinggal menunggu waktu untuk ditenggelamkan dalam lumpur yang abadi. Sehingga yang tersisa nanti hanyalah orang-orang yang penuh dengan penyesalan telah menjual bangsa ini ke antek-antek asing sebagai Konspirasi Global (KG).
Semoga tulisan ini tidak sepenuhnya benar dan semoga bangsa ini akan menjadi lebih baik dengan siapapun yang menjadi Presidennya. Karena semua telah direncanakan oleh Allah SWT dan kita akan mengambil hikmah dari keputusanNYA.
Wallahua’lam.
___________________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H