Setelah itu MPR harus Melaksanakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang baru dari dua pasangan calon yang diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang calon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya.
Kalau kita lihat studi kasus kekuasaan hari ini tiga Menteri itu adalah Prabowo Subianto selaku Menteri Pertahanan, Retno Marsudi selaku Menteri Luar Negeri, dan Tito Karnavian selaku Menteri Dalam Negeri.
Mengulas kembali Pilpres 2019 yang lalu hanya ada dua Calon Yaitu, Jokowi-Mar'uf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno. Artinya partai pendukung kedua calon inilah yang bisa mengusung nama untuk presiden dan wakil presiden yang baru.
Partai pendukung jokowi-Mar'uf Amin ada PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, Hanura, Perindo, PSI, dan PKPI. Kemudian Partai pengusung Prabowo-Sandiaga Uno ada Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, dan Berkarya. Dua kolaisi partai inilah yang akan mengusulkan nama kandidat terbaiknya kepada MPR.
Kemudian MPR melakukan Verifikasi dan melaksanakan sidang untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, suara terbanyak akan terpilih dan dilantik menjadi presiden dan wakil presiden yang baru.
Jika ditinjau dalam konteks kedaulatan Rakyat maka pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam hal kekosongan kekuasaan telah menciderai Nilai-Nilai Demokrasi.
Pada Dasarnya Demokrasi mengizinkan setiap Warga Negara memliki hak setara dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Apalagi belakangan ini terjadi Krisis Kepercayaan terhadap lembaga Negara Terutama Legislatif.
Anggota MPR Hari ini ada 711 anggota, yang mana 575 Orang diantaranya adalah anggota DPR, Kemudian setiap anggota DPR adalah Anggota Partai. Maka kecurigaan dan ketakutan terhadap adanya kongkalikong elit politik bisa saja terjadi, belum lagi Soal Intervensi di tubuh partai yang sangat kuat.
Secara Sadar Bahwa Pemakzulan Presiden sendiri tidak selalu membawa perubahan yang signifikan, terkadang pemakzulan hanya dijadikan alat untuk meraih kekuasaan yang sifatnya politis.
Pemakzulan Presiden Soekarno menjadi awal berdirinya Rezim Otoritarian dibawah kuasa Soeharto, Pemakzulan Soeharto yang katanya mengawali Reformasi, tapi tanpa sadar yang dimakzulkan hanya Soeharto tidak dengan Kroni-kroninya, Suatu hal yang wajar jika hari ini muncul Tagline Reformasi Dikorupsi.
Pemakzulan Gusdur yang konspiratif juga didalangi oleh orang-orang Orde Baru yang gila terhadap Kekuasaan. Maka pada akhirnya Presiden Pengganti pun tidak jauh dari kalangan elit politik yang sama-sama mempunyai Kepentingan.