Perkenalkan sebelumnya, saya asli warga Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Terlahir di Kecamatan Toili, menyelesaikan studi Sekolah dasar, menengah dan atas di tempat tersebut.
Tahun 2014 saya mengurus e-KTP. Keterlambatan pengurusan ini disebabkan lama studi di luar daerah. (Yogyakarta).
Setelah pengambilan sidik jari dan perekaman data diri, petugas Catatan Sipil (Capil) mengatakan “6 Bulan kemudian silahkan diambil pak”. Saya menuruti perkataan pegawai yang berseragam dinas dan rapi itu. Walhasil, 6 Bulan Kemudian saya datang kembali dan Jawaban pegawai Capil, tidak jauh berbeda “Maaf pak, KTP-nya belum ada, silahkan menunggu beberapa bulan kemudian”.
Agustus 2016 saya mengecek kembali KTP yang pernah saya buat di Catatan Sipil (Capil) Setempat. Hasinya, saya diberikan kertas HVS bertuliskan data KTP. Menurut penuturan petugas Capil sebagai pengganti e-KTP.
Luar biasa ya. Dua Tahun menunggu, hasilnya hanya kertas pengganti KTP yang selalu dipertanyakan lembaga-lembaga tertentu ketika pengurusan berkas terkait administrasi kependudukan.
September 2016, saya pun berniat pindah domisili ke Gorontalo. Bermodal surat pindah dan secarik kertas pengganti KTP. Alhamdulillah di Gorontalo hanya BUTUH WAKTU SATU HARI, e-KTP saya pun tercetak.
Ada point yang perlu saya tekankan.
- Tidak tepat menyandingkan dua persoalan di dua tempat yang berbeda, karena potensi dan masalah dalam satu wilayah pemerintahan pasti berbeda. (Saya memahami itu).
- Kabupaten Banggai adalah daerah yang kaya sumber daya Alamnya. APBD daerah tersebut juga tentu lebih banyak. Jika pegawai negeri dalam satu pemerintahan kurang, bukankah bisa dengan menambah tenga honor atau kontrak sehingga sesuai antara jumlah kebutuhan kebutuhan pelayanan masyarakat dan petugas pelayan masyarakatnya.
- Saya melihat, hanya ada satu atau beberapa pelayan saja (tempat bertanya data e-KTP) yang disediakan Dinas Catatan Sipil. Sementara, kebutuhan masyarakat mengurusi itu begitu banyak jumlahnya.
- Begitu mudahnya petugas Catatan Sipil mengatakan Silahkan Datang Lagi ke Capil. Bisa dibayangkan. Untuk satu kali perjalanan ke Catatan Sipil dari daerah saya, harus merogoh kocek 120 ribu sekali jalan. Belum lagi tetangga saya di Desa Rata, Batu Rube, yang Harus mengeluarkan 200 ribu rupiah sekali jalan diluar akomodasi makan dsb. Kalau mereka 2 kali saja balik ke Capil, bisa dihitung berapa pengeluarannya hanya untuk sebuah e-KTP?
- Menunggu waktu yang relative lama, itu tidak masalah bagi masyarakat. Mereka memahami, begitu banyak warga masyarakat yang diurusi satu Dinas Catatan Sipil. Tapi masyarakat BUTUH KEPASTIAN, bukan Plin-Plan, sehingga harus bolak balik catatan Sipil tanpa hasil yang berarti.
Semoga menjadi perhatian Bersama, Terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H