Gara-gara laptop error, aku terpaksa ke warnet dekat rumah. Isinya anak-anak semua, pada main games. Ributnya bukan main. Aku sih tidak masalah. Karena aneh juga kalau main games malah hening kayak lagi mengheningkan cipta. Main games harus berisik, lebih seru!
Aku hanya mempermasalahkan mulut anak-anak itu yang kotor. Kalau kotor karena cemong sehabis makan sih gampang, tinggal dilap. Tapi ini kotor karena omongan kasar dan jorok! Bagaimana cara mengelapnya? Mereka itu kan masih pada kecil. Pelajar SD atau paling banter SMP. Tapi kata-kata yang keluar dari mulut mereka terdengar vulgar dan barbar!
Nabi SAW mengajarkan, "Katakan yang baik atau diam." Tapi anak-anak itu mengambil pelajaran dari para influencer yang ngomong kasar dianggap gaul, ngomong jorok dibilang keren. Kalau gak keluar kata 'anjing' rasanya kurang afdhol.
Aku jadi merasa tidak nyaman berada di sana. Tapi ada satu anak yang menarik perhatianku. Dia duduk sendirian di pojok. Anak Cina itu hanya senyum-senyum menatap layar. Aku penasaran dan melihat. Ternyata dia juga lagi main games. Tapi beda dengan anak-anak itu. Kalau mereka main games war, fighting, dan racing, anak Cina ini main game Tycoon, sebuah simulasi bisnis. Pemain akan mengelola bisnis dalam berbagai bidang.
Dari situ aku belajar bahwa, wajar kalau orang Cina bisa lebih sukses dari bangsa kita. Ketika anak-anak kita asyik bermain, anak-anak Cina belajar bisnis.
Jakarta, 15 Januari 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI