Kecapekan menulis skenario membuat aku tertidur di ruang tengah. Tiba-tiba jam dua malam ada yang menjilati kakiku. Aku kaget dan terbangun. Ternyata Sophia, si anak kucing. Aku langsung mengusap kepalanya. Rupanya dia haus dan aku kasih minum.
Keluargaku pecinta kucing. Pernah dalam satu momen tiga induk lahiran bareng! Total semuanya sampai lima belas kucing. Kami senang melihat bayi-bayi kucing yang lucu dan menggemaskan. Tapi kami juga jadi kerepotan dalam mengurusnya. Kami lalu berbagi tugas.
Istriku paling peduli soal kesehatan kucing-kucing itu. Kalau mata mereka sakit diolesi salep Gentamicin. Kalau mereka mencret dikasih obat diare khusus.
Dua putriku bagian perawatan. Kasih makan, minum, membuang kotoran. Kadang kucing-kucing itu dibiarkan tidur bareng di kamar. Aku kebagian belanja makanan dan beli pasir. Pernah dalam seminggu satu persatu kucing mati akibat virus. Itu artinya panggilan tugas lain buatku: menggali kuburan. Ya, aku yang menguburkan mereka.
Kebayang sedihnya dua putriku ketika kucing-kucing kesayangannya mati. Tapi begitulah hidup. Ada kelahiran pasti ada kematian. Mereka sempat bertanya, apakah nanti di surga mereka bisa bertemu lagi dengan kucing-kucing itu? Aku tidak tahu pasti jawabannya. Aku hanya bilang, "Di surga ada semua. Tinggal minta. Mau ketemu kucing kalian lagi juga bisa." Dua putriku senang mendengar jawabanku.
Sekarang kucing kami tinggal enam. Salah satunya Sophia yang menemaniku mengetik sampai menjelang Shubuh.
Jakarta, 8 Januari 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI