Aku sedang menulis ketika putriku datang dan bercerita soal mimpinya semalam. Tapi di tengah cerita dia lupa. Aku bilang dengan niat guyon, "Makanya biar gak lupa kalau lagi mimpi dicatat!"
Yang awalnya cuma seloroh itu akhirnya malah membuat aku jadi kepikiran. Aku sering dengar dalam ilmu motivasi, kita diajarkan untuk mencatat atau menulis mimpi kita. Bahkan kalau perlu gambarkan secara detail. Mimpi punya mobil? Tulis kapan kamu mau membelinya. Catat hari, tanggal, bulan, tahun. Gambarkan jenis mobilnya, warnanya, pokoknya detail! InsyaAllah kejadian.
Aku pernah menuliskan mimpiku di status Facebook. Aku pengen banget nulis skenario film horor religi. Genre yang sering disalahpahami orang. Orang lagi ibadah ditakut-takutin hantu. Panggil ustad cuma buat ngusir hantu. Ini sudah terlalu mainstream!
Hari berlalu dan bulan berganti. Aku sudah lupa dengan statusku itu. Suatu ketika ada seorang produser mau bikin film horor religi. Dia mencari penulis yang paham agama biar tidak salah kaprah. Ndilalah ketemu aku. Dia dapat info kalau aku alumni Madinah.
Singkat cerita aku menulis skenarionya dan film itu pun tayang. Judulnya Jin Khodam. Aku buka Facebook untuk promo di hari pertama rilis. Muncul status lama yang bikin aku takjub. Hari ini, tepat setahun lalu, adalah hari dimana aku menuliskan mimpiku!
Aku rasa ini bukan sebuah kebetulan. Menulis mimpi ibarat kita sedang mengangkat tangan berdoa. Sisanya, biar Allah yang turun tangan.
Terus filmnya bagaimana? Lain kali aku cerita.
Jakarta, 4 Januari 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI