Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Alumni ponpes Jombang, Bogor, dan Madinah. Menikah dengan seorang dokter. Setelah menulis cerpen dan film di Kompasiana (akan dibukukan), sekarang menulis tema religi dan kesehatan. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Smile 2: Ketika Sekuel Lebih Baik dari Original

26 Oktober 2024   05:07 Diperbarui: 26 Oktober 2024   06:45 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Smile mengikuti Dr. Rose Cotter, seorang psikiater yang mengalami pengalaman traumatis setelah menyaksikan pasiennya melakukan bunuh diri dengan senyuman menyeramkan. Setelah insiden tersebut, Rose mulai mengalami kejadian-kejadian aneh dan menakutkan yang membuatnya meragukan kesehatan mentalnya sendiri. Sementara ia mencoba mencari penyebab dari hal-hal yang terjadi, Rose terjebak dalam siklus ketakutan yang mengancam nyawanya.

Smile dikenal karena sinematografi yang menegangkan, dengan banyak penggunaan sudut kamera yang menciptakan rasa tidak nyaman. Penggunaan warna dan pencahayaan yang gelap menambah atmosfer mencekam. Musik latar dan efek suara juga berkontribusi pada ketegangan, sering kali menciptakan lonjakan ketakutan yang mendadak.

Dengan anggaran hanya $17 juta, film ini meraih box office sekitar $217 juta di seluruh dunia, menjadikannya sebagai salah satu film horor yang sukses secara komersial. Film ini mendapatkan ulasan campuran dari kritikus, dengan skor 75% di Rotten Tomatoes dan 61% di Metacritic. Beberapa kritikus memuji tema dan akting, sementara yang lain merasa plotnya agak klise. Lalu bagaimana dengan Smile 2?

Smile 2 menawarkan pengalaman horor yang lebih sadis dan berdarah dibandingkan film pertamanya. Sejak awal, film ini berhasil menciptakan ketegangan melalui sinematografi yang apik dan scoring yang lebih kompleks, menghindari penggunaan alat musik konvensional. Koreografi dan soundtrack yang digunakan menambah elemen creepy, menjadikan tarian sebagai salah satu sorotan film.

Film ini juga memiliki narasi yang lebih padat dengan backstory yang lebih dalam terkait kutukan entitas misterius. Pemilihan pop star sebagai karakter utama, Skye Riley, yang diperankan oleh Naomi Scott, menambah kompleksitas cerita. Skye digambarkan sebagai korban tekanan dan trauma yang dialami dalam dunia hiburan, membuat halusinasi yang dialaminya terasa lebih relatable.

Meskipun film berdurasi 127 menit, pertempuran Skye dengan entitas Smile terasa terburu-buru di bagian akhir. Ini karena Parker Finn terlalu asyik membangun kebingungan psikologi Skye Riley.

Secara keseluruhan, Smile 2 tetap mempertahankan formula teror yang sama, tetapi Parker Finn berhasil menambah ketegangan melalui adegan sadis, perspektif yang membingungkan, dan elemen musikal yang kuat. Film ini mengeksplorasi hubungan antara trauma dan kutukan, menjadikannya sebagai potensi pengembangan waralaba yang menarik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun