Fauzi berdiri di tengah lokasi syuting, menatap sekeliling dengan semangat. Ia adalah aktor muda berbakat yang sedang naik daun, dan hari ini, ia akan beradu akting dengan seorang wanita muda yang berperan sebagai istrinya. Ketika sutradara berteriak, "Action!" mendadak semuanya berubah dalam sekejap.
Fauzi mendapati dirinya tidak lagi berada di lokasi syuting. Ia ada di rumahnya, dan di hadapannya berdiri seorang wanita yang telah ia kenal begitu lama. Dia adalah istrinya sendiri. Tampak lebih rapuh dan melankolis. Di antara mereka, ada ketegangan yang tak terucapkan.
"Kenapa kamu tidak mengerti?" Fauzi mendapati suaranya meninggi, bergetar dengan kemarahan yang mendalam. Ia merasa seolah-olah terjebak dalam cermin yang membawanya ke dalam kenangan kelam. "Aku sudah bilang, kita harus pisah!"
Istrinya hanya bisa menahan air mata, seolah semua harapan menghilang dalam sekejap. "Tapi aku mencintaimu, Mas...."
"Cinta saja tidak akan pernah cukup! Kita tidak bisa terus seperti ini!" Fauzi berteriak lagi, kali ini dengan nada yang penuh kemarahan. Ia menceraikan istrinya, membentak dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya seperti panah beracun. Dia merasakan sesuatu yang aneh, seolah ada belati yang menancap di hatinya sendiri. Dia tenggelam dalam luapan emosi yang tak bisa ia kendalikan, dan itu membuatnya terluka lebih dalam.
Sutradara akhirnya berteriak, "Cut!" Dan dalam sekejap, semua kembali normal. Fauzi berdiri di lokasi syuting, dikelilingi kru yang menyiapkan pengambilan gambar selanjutnya. Artis wanita lawan mainnya menyingkir dan duduk di tempat semula. Jantung Fauzi berdetak kencang, seolah baru saja terbangun dari mimpi buruk.
Setelah beberapa jam syuting, ia meraih ponselnya dan menelpon istrinya. Suara hangat istrinya membangkitkan kerinduan yang mendalam. "Halo? Mas Fauzi?"
"Selesai syuting, aku mau pulang," ucap Fauzi, mencoba terdengar ceria.
"Pulang? Pulang kemana? Kita... Kita sudah cerai, Mas. Tiga tahun lalu," jawabnya, suaranya pecah oleh perasaan kaget bercampur haru.
Kata-kata itu seperti petir di siang bolong. Fauzi terdiam, tak bisa mempercayai kenyataan yang baru saja ia dengar. "Cerai? Tiga tahun lalu?" rasanya dunia berputar. Ia teringat semua kenangan indah dan pahit, yang entah kenapa, seakan baru saja terjadi.