Kedai kopi milik Bekti selalu ramai oleh pelanggan. Aroma biji kopi yang disangrai dan suara riuh pengunjung menciptakan suasana hangat. Namun, pada suatu sore, kejadian tak terduga terjadi. Saat melayani, seorang pelayan muda bernama Imron tak sengaja menumpahkan kopi panas ke pelanggan yang duduk di meja.
Suara gemerisik cangkir terjatuh membuat suasana hening sejenak. Pelanggan itu, seorang pria paruh baya, langsung berdiri dengan wajah merah padam. "Hei! Apa ini? Kau harus bertanggung jawab! Pecat pelayan ini!" teriaknya dengan nada marah.
Semua mata di kedai tertuju pada Bekti. Merasakan ketegangan, Bekti melangkah maju. "Maafkan kami, Pak. Ini adalah kesalahan Imron. Saya minta maaf atas ketidaknyamanan ini. Untuk mengganti kopi yang tumpah, saya akan menggratiskan kopi Anda hari ini."
Akhirnya, pelanggan itu mengangguk meski masih tampak kesal. Bekti kembali ke meja, memberi secangkir kopi gratis kepada pria itu. Ketika semua kembali beraktivitas, beberapa pelanggan mulai membicarakan kejadian tersebut.
Imron mendekati Bekti dengan rasa syukur yang mendalam. "Terima kasih, Pak. Saya tidak tahu bagaimana harus menghadapi situasi tadi. Anda sangat baik."
Bekti tersenyum. "Imron, semua orang bisa melakukan kesalahan. Yang terpenting adalah bagaimana kita menghadapinya."
Keesokan harinya, suasana di kedai kembali normal. Namun, ada yang berbeda. Seorang pelanggan baru datang dan langsung menghampiri Bekti. "Selamat pagi, saya Nino. Saya wartawan," katanya dengan ramah.
Bekti terkejut, tetapi tetap bersikap sopan. "Selamat pagi, Nino. Ada yang bisa saya bantu?"
Nino tersenyum. "Kemarin saya menyaksikan kejadian di sini. Saya terkesan dengan cara Anda menangani situasi yang sulit itu."
Bekti merasa sedikit cemas. "Oh, terima kasih. Itu hanya hal yang seharusnya dilakukan."