Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Alumni ponpes Jombang, Bogor, dan Madinah. Menikah dengan seorang dokter. Menulis fiksi, film, religi, dan kesehatan. Semua akan dijadikan buku. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gula: Si Manis yang Berbahaya

30 September 2024   13:57 Diperbarui: 30 September 2024   14:09 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gula adalah salah satu bahan makanan yang paling umum kita konsumsi sehari-hari. Mulai dari kopi di pagi hari, camilan manis, hingga makanan penutup setelah makan malam, gula hampir ada di setiap aspek kehidupan kita. Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan, banyak yang mulai mempertanyakan: seberapa aman sebenarnya gula ini?

Mengapa gula berbahaya? Pertama, risiko penyakit kronis. Salah satu bahaya terbesar dari konsumsi gula berlebihan adalah peningkatan risiko penyakit kronis. Data dari American Heart Association menunjukkan bahwa konsumsi gula tambahan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan obesitas. Menurut World Health Organization (WHO), asupan gula tambahan sebaiknya dibatasi kurang dari 10% dari total kalori harian, atau sekitar 50 gram (setara dengan 12 sendok teh) untuk orang dewasa.

Kedua, hubungan dengan obesitas. Obesitas telah menjadi epidemi global. Menurut data dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018, sekitar 21,8% orang dewasa di Indonesia mengalami obesitas. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Gula berkontribusi terhadap obesitas karena kalori dari gula tidak memberikan rasa kenyang yang sama dengan kalori dari makanan bergizi lainnya. Sebuah penelitian yang diterbitkan di American Journal of Clinical Nutrition menunjukkan bahwa setiap tambahan 150 kalori dari minuman manis per hari dapat meningkatkan risiko obesitas sebesar 60%.

Ketiga, diabetes tipe 2. Konsumsi gula berlebihan juga berhubungan erat dengan diabetes tipe 2. Sebuah studi oleh Harvard T.H. Chan School of Public Health menemukan bahwa konsumsi minuman manis dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2 hingga 26%. Ini karena gula dapat menyebabkan resistensi insulin, suatu kondisi di mana tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, yang pada gilirannya meningkatkan kadar gula darah.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kasus diabetes pada anak di Indonesia meningkat 70 kali lipat sejak 2010. Pada 2023, IDAI mencatat ada sekitar 1.645 anak di Indonesia yang mengalami diabetes. Sedangkan data dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan bahwa jumlah penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 19,5 juta, dan diprediksi akan meningkat menjadi 28,6 juta pada tahun 2045. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak kelima di dunia. Menurut data dari Institude for Health Metrics and Evaluation bahwa diabetes merupakan penyakit penyebab kematian tertinggi ke 3 di Indonesia tahun 2019, yaitu sekitar 57,42 kematian per 100.000 penduduk.

Dan keempat, kesehatan gigi. Siapa yang tidak suka makanan manis? Namun, gula adalah musuh besar bagi kesehatan gigi. Bakteri di mulut mengubah gula menjadi asam, yang dapat merusak enamel gigi dan menyebabkan kerusakan gigi. Menurut American Dental Association, mengurangi konsumsi gula adalah salah satu cara paling efektif untuk mencegah kerusakan gigi.

Menurut laporan Global Burden of Disease Study 2019, konsumsi gula tambahan di seluruh dunia telah meningkat dalam dua dekade terakhir. Rata-rata orang dewasa di negara maju mengonsumsi lebih dari 70 gram gula tambahan per hari, jauh melebihi rekomendasi WHO. Kemenkes RI menyarankan batas konsumsi gula per orang per hari adalah 50 gram (4 sendok makan).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gula dapat menyebabkan kecanduan yang mirip dengan obat-obatan. Sebuah studi di Journal of Psychoactive Drugs mengungkapkan bahwa konsumsi gula dapat memicu pelepasan dopamin di otak, yang memberikan rasa euforia, sehingga membuat seseorang ingin mengonsumsi lebih banyak gula.

Ada empat cara mengurangi konsumsi gula. Pertama, membaca label makanan. Salah satu cara terbaik untuk mengurangi asupan gula adalah dengan membaca label makanan. Perhatikan total gula dan gula tambahan yang tertera. Pilihlah produk yang rendah gula atau tanpa gula tambahan.

Kedua, memilih makanan utuh. Gula tidak hanya terdapat dalam makanan manis. Banyak makanan olahan, saus, dan bumbu mengandung gula tersembunyi. Misalnya, satu sendok makan saus tomat dapat mengandung sekitar 4 gram gula. Alih-alih mengonsumsi makanan olahan, pilihlah makanan utuh seperti buah, sayuran, biji-bijian, dan protein tanpa lemak. Makanan utuh cenderung lebih rendah gula dan lebih kaya nutrisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun