Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Nominator AMI Awards 2015. 3 bukunya terbit di Gramedia. Penulis cerita di comicone.id. Sudah menulis 3 skenario film. Tumbal: The Ritual (2018), Jin Khodam (2023), Kamu Harus Mati (coming soon).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suara Itu Kembali

29 September 2024   14:54 Diperbarui: 29 September 2024   14:59 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah hingar-bingar dunia musik, Prisca melangkah dengan anggun. Suaranya yang merdu mampu memikat hati siapa pun yang mendengarnya. Namun, di balik kesuksesannya, ada satu hal yang menggerogoti: ketidakmampuannya untuk bersuara saat melihat kezaliman. Ia sering kali menyaksikan ketidakadilan, tetapi lidahnya seolah terikat oleh rasa takut.

Di belakang panggung, Prisca mendengar manajernya merendahkan seorang karyawan wanita karena penampilannya. Dia tahu itu salah dan ingin berbicara, tetapi perasaan khawatir akan dampaknya pada kariernya membuatnya tetap bungkam, hanya bisa berdiam diri dan merasa bersalah.

Ketika Prisca menghadiri sebuah acara sosial dan melihat sekelompok tunawisma di depan pintu, ia merasa tergerak untuk berbuat sesuatu. Namun, melihat banyak orang yang acuh tak acuh membuatnya merasa seolah suaranya tidak berarti, sehingga ia hanya berjalan pergi tanpa berkata apa-apa.

Suatu malam, saat Prisca mendengar teriakan dari rumah sebelah, di mana seorang wanita tampak berjuang melawan suaminya yang kasar, ia merasa panik. Meski ingin memanggil bantuan, ia merasa takut dan ragu, akhirnya hanya bisa berdoa dalam hati tanpa melakukan tindakan.

Hari itu, di sebuah panggung megah, Prisca bersiap untuk konsernya yang paling dinanti. Ribuan penonton hadir, semua menantikan suaranya yang luar biasa. Di belakang panggung, jantungnya berdebar kencang. Namun, saat lampu sorot menyala dan wajah-wajah penuh harap menanti, tiba-tiba suara Prisca lenyap. Ia terdiam, mulutnya terbuka, tetapi tidak ada nada yang keluar. Kejadian aneh ini membuatnya panik.

Setelah pertunjukan itu, ia pergi ke dokter. Semua tes menunjukkan hasil normal. "Kau sehat, Prisca," kata dokter dengan penuh kepastian. Namun, hati Prisca dipenuhi kebingungan. Kenapa suara ini tidak mau keluar saat yang paling penting?

Malam itu, saat ia berjalan pulang, Prisca menyaksikan sebuah insiden yang menghentikan langkahnya. Di sudut jalan, sekelompok orang berusaha membantu seorang pria tua yang disakiti oleh segerombolan pemuda. Rasa takut dan bingung menyelimuti dirinya. Tanpa berpikir panjang, ia mendekat dan berusaha berteriak. Namun, suaranya tetap hilang.

Saat itu, sesuatu dalam dirinya mulai berubah. Rasa marah dan ketidakadilan membakar semangatnya. Prisca merasa, di dalam lubuk hatinya, suara yang selama ini terpendam mulai bangkit. Dengan keberanian yang baru, ia mendekati kerumunan. Melihat wajah-wajah yang tertegun, Prisca mengumpulkan seluruh tenaganya.

"Hentikan!" teriaknya, dan keajaiban pun terjadi. Suaranya kembali, mengalir deras, lebih kuat dari sebelumnya. Semua orang menoleh ke arahnya, terpesona oleh keberaniannya.

Sejak malam itu, Prisca menyadari satu hal: suaranya tidak hanya miliknya. Suaranya adalah alat untuk menyuarakan kebenaran. Di panggung-panggung berikutnya, ia tidak lagi hanya bernyanyi. Setiap pertunjukan, ia menambahkan sebuah pesan tentang keadilan dan kesetaraan. Ketika ia berbicara tentang kezaliman, penontonnya tidak hanya mendengarkan, tetapi juga bergerak, terinspirasi untuk ikut berjuang.

Kariernya yang sempat meredup mulai bersinar kembali, bahkan jauh lebih cemerlang. Lagu-lagunya menjadi anthem bagi mereka yang terpinggirkan. Suaranya tidak hanya menyentuh hati, tetapi juga menggerakkan jiwa. Dari panggung ke panggung, ia mengingatkan semua orang untuk tidak bungkam saat melihat ketidakadilan.

Suatu ketika, saat konser amal untuk korban kekerasan, Prisca berbicara tentang pengalamannya. "Suara saya mungkin pernah hilang," katanya, "tapi itu hanya ketika saya memilih untuk bungkam. Kita semua memiliki suara, dan kita harus menggunakannya. Jika tidak, kezaliman akan terus berlanjut."

Pendengar terdiam, meresapi setiap kata. Ketika ia mulai bernyanyi, suara itu bagaikan aliran sungai yang jernih. Setiap nada mengalir dengan penuh kekuatan, mengisi ruangan dengan harapan.

Di luar panggung, Prisca merasa hatinya dipenuhi rasa syukur. Ia tidak lagi takut untuk bersuara. Setiap kali ia melihat ketidakadilan, mulutnya akan terbuka. Suara yang hilang kini menjadi suara yang tak terbendung, suara yang membela mereka yang tak bisa membela diri.

Melalui lagu-lagu dan pidatonya, Prisca mengingatkan dunia bahwa setiap suara penting. Keberaniannya mengubah hidupnya, dan hidup banyak orang. Suara yang pernah hilang kini menggema di setiap sudut, membangkitkan semangat perlawanan.

Hidupnya telah berubah, dan sekarang ia mengajak orang lain untuk tidak hanya mendengarkan, tetapi juga berbicara. Karena, di dunia yang penuh dengan kezaliman, setiap suara yang berani adalah harapan untuk perubahan.

TAMAT

"Orang yang melangkah paling jauh umumnya adalah mereka yang memiliki keinginan dan keberanian. Perahu yang aman tidak pernah beranjak jauh dari garis pantai." - Dale Carnegie.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun