Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Alumni ponpes Jombang, Bogor, dan Madinah. Menikah dengan seorang dokter. Menulis fiksi, film, religi, dan kesehatan. Semua akan dijadikan buku. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepeda dari Surga

24 September 2024   14:48 Diperbarui: 24 September 2024   15:01 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bimo kecil selalu merasa bersemangat saat ayahnya ada di rumah. Setiap pagi, mereka bermain dan bercanda sebelum ayahnya pergi bekerja. Namun, kebahagiaan itu memudar ketika ayahnya harus pergi ke luar kota. Hari itu, Bimo merasa sedih. Dia tidak ingin ayahnya pergi, tetapi saat ayahnya berjanji akan meninggalkan hadiah setiap pagi, hatinya kembali berbunga.

Esoknya, saat membuka pintu, Bimo menemukan kotak berwarna cerah. Di dalamnya ada mainan kesayangannya. Senyum mengembang di wajahnya. Keesokan harinya, ada buku cerita yang membuatnya bersemangat membaca. Hadiah-hadiah itu terus muncul setiap pagi, dan Bimo merasakan kehadiran ayahnya meski ia tak ada di rumah. Namun, kerinduan akan sosok ayah yang hangat semakin dalam.

Setiap kali Bimo bertanya kepada ibunya, jawaban yang ia terima selalu sama: "Nanti, ayah akan pulang."

Bimo duduk di tepi tempat tidurnya, memandangi tumpukan kado yang tersimpan rapi. Selama ini, kado-kado itu memberi kebahagiaan, tapi sekarang rasa penasaran dan kekecewaan menggerogoti hatinya. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Ketika ibunya masuk ke kamar, Bimo tidak bisa lagi menahan pertanyaannya. "Ma, aku tahu bukan ayah yang kasih aku kado!" suaranya tegas, penuh rasa kecewa. "Kenapa Ibu berbohong selama ini?"

Ibunya terkejut, wajahnya tampak pucat. "Bimo...," suaranya bergetar. "Aku---"

"Kenapa Ibu tidak bilang yang sebenarnya?" Bimo menyela, marah dan bingung. "Dimana ayah? Kenapa ayah tidak pulang?"

Dengan berlinang air mata, ibunya akhirnya menghela napas. "Bimo, ayah sudah pergi. Dia... dia meninggal dalam kecelakaan saat perjalanan ke luar kota."

Bimo merasa seolah dunia di sekelilingnya runtuh. Kata-kata itu seperti petir menyambar hatinya. "Tidak, tidak mungkin! Ayah tidak mungkin pergi!" Dia berdiri, tubuhnya bergetar. "Jadi, semua kado itu... hanya dari Ibu?"

Ibunya meraih tangannya, mencoba menenangkannya. "Ibu hanya ingin kamu merasa ayah masih ada. Ibu tahu betapa kamu merindukannya. Hadiah-hadiah itu... adalah cara untuk mengingatkanmu bahwa cintanya tidak pernah hilang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun