Dan saat ini mereka bertemu. Mereka mulai berbicara, mengobrol tentang masa lalu. Mita menceritakan hidupnya, menurutnya ada hal-hal yang lebih penting daripada sekadar mengejar mimpi besar.
"Dunia ini tak selalu butuh perubahan besar," kata Mita. "Yang harus diubah adalah cara kita melihatnya."
Percakapan itu menyentuh sesuatu dalam diri Rafi. Kata-kata Mita membuatnya merenung. Selama ini, apakah ia terlalu fokus mengubah dunia di luar hingga melupakan dunia di dalam dirinya sendiri? Mereka lalu berjanji akan bertemu lagi besok..
Malam itu, Rafi pulang dengan pikiran yang bergelut. Dunia yang ia kejar dengan ambisi besar kini terasa tidak begitu penting. Ia mulai mempertanyakan apa yang sebenarnya ia inginkan dalam hidup.
Keesokan harinya, Rafi pergi ke tempat yang sama, tapi Mita tidak ada di sana. Bangku taman itu kosong. Merasa ada yang aneh, Rafi mulai bertanya-tanya tentang Mita. Ia mencoba menghubungi teman-teman lama mereka untuk mencari tahu kabarnya, tapi yang ia temukan justru mengejutkan.
"Mita? Kamu nggak tahu, ya?" salah satu teman mereka menjawab dengan suara pelan. "Mita meninggal lima tahun yang lalu."
Dunia Rafi seakan terhenti. Ia terdiam, jantungnya berdegup kencang. Rafi sadar, Mita tidak datang untuk memberi jawaban tentang dunia, tapi tentang dirinya sendiri. Dengan perasaan campur aduk, Rafi kembali ke rumah. Kini, ia tahu, perubahan terbesar bukan tentang dunia di luar sana, tetapi di dalam dirinya.
Setelah bertahun-tahun berlalu, kata-kata Mita menjadi kenyataan yang menghantui Rafi. Ia mungkin telah berhasil menggenggam dunia, namun menyadari bahwa ia kehilangan satu-satunya hal yang sebenarnya ia butuhkan: cinta yang sederhana dan tulus dari Mita.
TAMAT
"Kemarin saya pintar, jadi saya ingin mengubah dunia. Hari ini saya bijaksana, jadi saya mengubah diri saya sendiri." -- Jalaluddin Rumi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H